bacaterus web banner retina

Review & Sinopsis Deaf U, Dokumenter Kehidupan Remaja Tuli

Ditulis oleh Aditya Putra
Deaf U
2.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Semakin banyak platform yang bergerak sebagai distributor, semakin banyak juga film dan serial yang bisa dinikmati. Terlebih dengan segala fitur yang disediakan, kita akan makin dimanjakan dengan segala kemudahan yang ada. Selain itu, film dan serial dengan berbagai genre dan cerita pun jauh lebih bervariatif sebagaimana segmen pasar yang makin meluas.

Netflix pada tahun 2020 lalu merilis sebuah serial berjudul Deaf U. Serial ini merupakan documenter series yang menyoroti kehidupan remaja tuli di Amerika. Bukan cuma itu, mereka juga diberi kebebasan untuk membicarakan dan melakukan apa saja dengan kamera mengarah pada diri mereka. Penasaran? Langsung simak review dan sinopsisnya yuk!

Sinopsis

  • Tahun Rilis: 2020
  • Genre: Docuseries
  • Produksi: Hot Snakes Media
  • Jumlah episode: 8
  • Produser: Sami Housman
  • Pemain: Cheyenna Clearbook, Rodney Burford, Tessa Lewis, Alexa Paulay-Simmons

Deaf U menyoroti kehidupan tujuh remaja yang berkuliah di Gallaudet University. Tempat itu merupakan tempat kuliah khusus bagi penyandang tuli dan yang mengalami kesulitan pendengaran. Ada 700 orang mahasiswi dan 300 orang mahasiswa yang belajar di sana. Sebagaimana remaja, kamera mengikuti setiap kegiatan mereka.

Rodney memperkenalkan dirinya sebagai seorang “asshole”. Dia adalah seorang pemain football tim kampusnya bersama salah satu mahasiswa yang juga menjadi fokus serial ini yaitu Dalton. Ketika sedang nggak bermain, dia menghabiskan waktu dengan para wanita. Dia mengaku sebagai seseorang yang manis terhadap wanita.

Tessa memperkenalkan dirinya dan kelompok bernama The Elites. The Elites adalah kelompok penyandang tuli karena faktor biologis dan menggunakan American Sign Language (ASL) sebagai bahasa utamanya. Mahasiswa dan mahasiswi di Gallaudet menjalankan aktivitas sebagaimana remaja seusianya.

Alexa kemudian mendapat giliran berbicara dan menyatakan bahwa dia pernah dihamili oleh Daequan dan masih belum mengikhlaskan kejadian tersebut. Cheyenna aktif sebagai influencer di media sosial tapi nggak mendapat respon positif dari The Elites. Cheyenna dianggap bermuka dua karena menggunakan bahasa lain selain ASL ketika mengupload kontennya di sosial media.

Daequan mendapat kesempatan untuk memperkenalkan diri. Dia mendapat kesulitan untuk berbicara menggunakan isyarat. Dia bukanlah tuli secara biologis dan kehilangan pendengarannya ketika akan memasuki kuliah. Hal itu membuat dia harus belajar ekstra agar bisa berkomunikasi dengan teman-temannya di Gallaudet.

Alexa menyatakan pada Tessa bahwa dia pernah melakukan aborsi. Tessa memperlihatkan gestur yang berbeda dan memberi dukungan dengan cara yang terkesan nggak sepenuh hati. Di Gallaudet, gosip merupakan hal yang lumrah. Bahkan hubungan personal seseorang dengan orang lain akan dengan mudah menyebar.

Daequan berhasil mengajak Raelynn untuk berkencan. Sementara itu, Alexa bertemu dengan ibunya untuk makan siang bersama. Bukannya membahas topik yang aman, Alexa membahas tentang seks dengan sang ibu. Di Gallaudet, ceritanya dan Daequan semakin menyebar dan mereka terpaksa harus berbicara untuk memberi respon yang tepat.

Renate Rose, seorang aktivis panseksual bercerita dalam sebuah terapi mengenai kesulitannya dalam mengendalikan amarah. Dia menambahkan menderita PTSD setelah menyaksikan hubungan kedua orang tuanya yang banyak melibatkan kekerasan. Di tempat lain, Rodney mempertanyakan status hubungannya dengan Cheyenna.

Cheyenna menyatakan kebingungan karena dirinya dibesarkan sebagai orang Kristen yang menentang orientasi seksualnya. Dia menyatakan diri sebagai aseksual sementara Rodney menyatakan bahwa dia bukan ingin mendekati Cheyenna karena keyakinannya. Melainkan karena ingin membantu mengatasi ketakutannya.

Renate mendapat program terapi baru yang ternyata program itu juga diikuti oleh Cheyenna. Keduanya akhirnya berani mengungkapkan jati diri serta ketakutan-ketakutan mereka. Ternyata Cheyenna bukan hanya memiliki masalah dengan keyakinannya tapi juga trauma di masa lalu. Renate menguatkan Cheyenna sebagaimana dia sendiri pun berjuang melawan ketakutannya.

Pada acara Halloween, para pria dan The Elites bertikai dan membuat suasana panas. Dalton dan Alexa mulai berhubungan walau nggak secara gamblang menjelaskan mereka pacaran. Sementara itu, Cheyenna mencoba menginterpretasikan lirik dari musik malam itu. Perempuan-perempuan lain berdiskusi akan seperti apa suara mereka kalau bernyanyi.

Rodney terbangun dengan seorang wanita di sampingnya. Wanita itu ternyata adalah cinta pertamanya, Greta. Cheyenna berani mengeluarkan kekesalannya karena merasa dikotak-kotakan selama kuliah di Gallaudet. Alexa kembali pada Brax setelah yakin Brax yang paling memahaminya. Di akhir Cheyenna memberi pengakuan mengejutkan tentang statusnya di Gallaudet.

Menunjukkan Keberagaman

Salah satu keunggulan serial Deaf U adalah keberaniannya menunjukkan keberagaman dari mahasiswa dan mahasiswi yang sekolah di Gallaudet. Karakter utama disatukan karena mengalami masalah pendengaran, tapi mereka ada yang tuli secara biologis atau dari lahir dan ada juga yang karena mengalami sebuah insiden. Perbedaan itu juga mengerucut dengan keberadaan The Elites.

Keberagaman lain yang ditampilkan di Deaf U adalah karakter utamanya yang punya minat berbeda. Ada yang merupakan atlet kampus, suka membaca puisi, influencer sampai doyan bermain wanita. Keberagaman ini juga yang membuat banyaknya cerita dan drama yang tersorot oleh kamera.

Banyak Drama

Drama merupakan sebuah unsur yang nggak bisa dilepaskan ketika mengungkap kehidupan mahasiwa dan mahasiswi. Deaf U pun melakukan hal serupa dengan banyak menampilkan drama. Ada cinta segitiga, kelompok yang menganggap diri mereka berbeda dengan mahasiswa-mahasiswi lain, sampai bertindak sensitif.

Mengikuti episode demi episode kita akan mengetahui bagaimana Alexa merasa dirinya seperti ratu karena statusnya di The Elites. Kemudian ada Cheyenna yang mendapat perlakuan berbeda karena dianggap berdiri dengan dua kaki dalam menggunakan bahasa isyarat. Belum lagi kisah cinta dan masalah mental yang juga nggak ketinggalan untuk diangkat.

Bahkan serial ini sekilas nggak tampak seperti ingin menunjukkan kehidupan remaja tuli melainkan fokus pada drama yang mereka hadapi di Gallaudet. Banyak yang berpendapat kalau serial ini ingin menyampaikan pesan bahwasanya mereka yang tuli pun punya kehidupan sosial yang sama seperti remaja pada umumnya.

Tampil Apa Adanya

Di Deaf U, ada dua cara pengambilan adegan. Yang pertama adalah kamera akan menyoroti karakter yang sedang berbicara. Dan yang kedua adalah kamera mengikuti kegiatan karakter-karakter utama dalam beraktivitas. Bahkan aktivitasnya bukan hanya yang dilakukan di kampus tapi juga aktivitas yang nggak berhubungan dengan kampus, seperti kencan.

Dengan kamera yang terus mengikuti, kita dipertontonkan sebuah reality show yang dibintangi oleh remaja. Mereka bisa berkata kasar dalam ASL, membicarakan orang lain, curhat tentang masa lalu, sampai membuka diri tentang apa yang mereka hadapi secara emosional. Semuanya mereka lakukan dengan apa adanya.

Melalui serial ini, kita bisa melihat bagaimana remaja tuli hidup sehari-hari. Mereka menunjukkan bagaimana ketika merasa jatuh cinta, menghadapi tekanan, menghadapi gosip, membentuk kelompok mirip sosialita, mabuk sampai banyak membahas seks. Nggak berbeda dengan remaja umumnya, kan? Hanya caranya saja yang berbeda.

Nggak semua orang merasa puas dengan yang ditampilkan di serial ini karena dianggap terlalu terbuka dan dekat dengan hal-hal negatif padahal banyak hal positif yang bisa diangkat. Bagaimana menurutmu? Ayo nonton dulu lalu bagikan pendapatmu di kolom komentar, teman-teman. Bagaimana pun serial ini unik dan mungkin belum ada yang menyamai.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram