bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Come Sunday, Krisis Keyakinan Sang Pastor

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Come Sunday
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Penginjil Carlton Pearson dikucilkan oleh gerejanya karena berkhotbah dengan keyakinan tidak adanya Neraka. Come Sunday adalah original film Netflix bernuansa religius yang mengangkat sekelumit kehidupan pastor Carlton Pearson periode 2004 hingga 2006 saat dia memiliki pemahaman yang berbeda dari gerejanya atas tafsirnya terhadap salah satu ayat Injil.

Pertama kali ditayangkan di Sundance Film Festival pada 21 Januari 2018, film ini tersedia secara streaming sejak 13 April 2018. Membawa tema teologi yang cukup berat, apakah kita akan mengerti dengan pesan yang ingin disampaikan film ini? Simak review kami berikut sebelum menonton filmnya.

Sinopsis

Sinopsis

Carlton Pearson adalah seorang pastor yang sedang berada dalam rangkaian tour khotbahnya. Semangatnya untuk menyebarkan agama dan menyelamatkan banyak jiwa membuatnya tidak pernah ragu berbagi pemikiran bahkan dengan seorang wanita yang duduk di sebelahnya dalam sebuah penerbangan.

Sebelum pesawat landing, wanita itu berhasil dia ajak untuk kembali ke jalan Tuhan. Carlton berkhotbah di gereja yang dipimpin olehnya yang bernama Higher Dimensions dimana setiap minggunya kursi gereja selalu penuh layaknya konser musik seorang superstar.

Semua ini terjadi karena popularitas sang pastor yang berada pada puncaknya dan kerja Henry yang mengatur keseluruhan acara dengan baik layaknya seorang manajer event organizer yang sukses.

Carlton menyambangi pamannya di penjara yang meminta bantuan jaminan bebas bersyarat darinya, tapi dia menolak karena pamannya bukanlah seorang sosok yang taat pada agama.

Tidak disangka, kabar duka datang kemudian menyatakan jika pamannya tewas bunuh diri di dalam penjara. Merasa sedikit bersalah, dia juga menonton liputan perang saudara dan kelaparan di Afrika.

Pikirannya jauh melayang tentang apa yang terjadi kepada mereka yang menjadi korban di Afrika, bagaimana nasib mereka di akhirat dan keresahannya karena tidak bisa mendakwahi mereka.

Pemikirannya yang dalam dia bawa ke dalam khotbahnya yang membuat banyak jemaat kebingungan ketika menangkap yang tersirat bahwa Neraka tidak ada karena Tuhan bukanlah monster.

Carlton ditegur oleh Henry dan Oral Roberts, pimpinan gereja, karena isi khotbahnya dianggap menampakkan terkikisnya keimanan kepada Tuhan.

Di minggu berikutnya, alih-alih meralat ucapannya pada minggu lalu, justru dia lebih memperdalam dengan membacakan sebuah ayat Injil yang ditafsirkan olehnya secara harfiah dan ini membuat banyak jemaat memilih pergi dari gereja.

Beberapa hari kemudian, Henry dan beberapa orang rekannya menyatakan diri mundur dari gereja dan memilih untuk ditempatkan di gereja lain yang jauh dari sana.

Carlton yang ditinggal oleh para jemaat dan rekan-rekannya mencoba untuk tetap tenang, meski dia tidak bisa menghindari jika gerejanya kemudian ditutup dan barang-barang gereja dilelang demi menutupi biaya yang harus dibayarkan.

Suatu hari Carlton diundang untuk berkhotbah di gereja milik komunitas warga Afrika. Disana justru dia berdebat dengan para pendeta terkait pemahamannya tentang Neraka.

Salah seorang rekan setianya masih ingin Carlton berkhotbah dan mencarikan tempat baru yang bisa mereka sewa untuk dijadikan gereja, tetapi Carlton menolak karena dia tidak ingin mengambil langkah mundur.

Tapi setelah berbincang secara hati ke hati dengan Reggie, salah satu anak muridnya di gereja, Carlton mulai memahami bahwa dia tidak boleh berhenti berkhotbah dan harus berani untuk mengambil langkah sekecil apapun untuk menyebarkan pesan cinta milik Tuhan.

Cerita Menarik yang Seolah Kurang Darah

Cerita Menarik yang Seolah Kurang Darah

Menyaksikan kebangkitan sosok seorang tokoh terkemuka dari kesalahan fatalnya bisa menjadi inpirasi tersendiri dan sangat memotivasi bagi siapapun yang menyimaknya.

Seharusnya hal serupa bisa juga terjadi pada sosok Carlton Pearson yang sebagian peristiwa dalam hidupnya diangkat lewat film Come Sunday ini. Tapi sayangnya, hingga ke ending, film ini tidak bisa begitu menginspirasi juga memotivasi.

Cerita menarik ini tidak disusun secara baik sehingga tampil layaknya kurang darah, pucat pasi nyaris semaput. Setelah kesalahan yang dibuatnya, Carlton banyak berpikir, belajar lagi, bahkan berdebat dengan pendeta lain untuk meluruskan kembali pemahamannya yang dianggap menistakan Tuhan. Hal yang kita nanti, yaitu cara dia meralat dan kembali ke jalan Tuhan, tidak kita temukan dan dipaparkan.

Justru Carlton kembali berkhotbah tanpa mengungkit kesalahan pemahamannya yang juga tidak diralat, justru memaparkan semangatnya untuk kembali berdakwah sebagai efek dari kontemplasinya atas perbincangan dari hati ke hati dengan Reggie yang terkena HIV dan seorang gay. Padahal dalam kenyataannya, Carlton melakukan ralat melalui website-nya pada tahun 2016 silam.

Performa Apik Chiwetel Ejiofor

Performa Apik Chiwetel Ejiofor

Chiwetel Ejiofor yang memerankan sosok Carlton Pearson di film Come Sunday ini memang sudah diakui kualitas aktingnya berkat performanya di film 12 Years a Slave (2013) yang mengantarkannya masuk nominasi Best Actor di ajang Academy Awards. Dan di film berdurasi 1 jam 46 menit ini pun dia tampil total, mulai dari penampilan, keotentikan dan gesturnya sebagai seorang pastor.

Terlihat jelas sekali di wajah Chiwetel Ejiofor apa yang mungkin dirasakan oleh Carlton Pearson pada saat peristiwa aslinya terjadi dan bagaimana perjuangannya untuk mempertahankan keyakinannya dan bisa kembali menarik hati para jemaatnya melalui khotbah-khotbahnya. Perjuangan yang tidak mudah bagi seorang aktor untuk bisa menampilkan tokoh nyata yang saat ini masih aktif berkhotbah.

Selain itu, performa aktor dan aktris lainnya tidak ada yang begitu menonjol, bahkan aktor senior Martin Sheen dan Danny Glover tampil sebagai pendukung saja tanpa memberikan performa terbaik mereka. Apalagi Jason Segel yang terbiasa bermain di film komedi, tidak bisa memberikan hal yang baru untuk aktingnya di film drama dengan sinematografi yang sedikit kelam seperti ini.

Tema Agama yang Berat

Tema Agama yang Berat

Menjalankan profesi sebagai pendakwah, penyampai ayat-ayat Tuhan, bukanlah perkara mudah. Ilmu yang harus dimiliki harus banyak dan berdasarkan sumber yang benar, karena masalah agama terkait dengan keimanan seorang manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia hingga ke akhirat nanti.

Apabila sang pendakwah ragu tentang ilmunya, itu bisa berakibat fatal kepada pengikutnya. Hal ini terjadi pada Carlton Pearson yang dalam salah satu khotbahnya menyatakan keraguannya akan adanya Neraka yang membuatnya ditinggalkan oleh jemaatnya.

Hasil perenungan akan keresahan hatinya yang kemudian dia ceritakan bahwa dia berbicara dengan Tuhan malah meruntuhkan kredibilitasnya sebagai seorang tokoh panutan dalam agama.

Padahal biasanya, di masyarakat kita, jika ada orang yang bilang jika dia berbicara dengan Tuhan, atau mendapat wahyu, wangsit, dan sejenisnya, banyak orang langsung terkesan dan berbondong-bondong menjadi pengikutnya.

Maka tidak heran banyak aliran sesat yang mengatasnamakan Tuhan di negara kita yang harus dihentikan oleh pemerintah karena mengundang keresahan di masyarakat.

Tetapi tidak dengan kasus Carlton ini. Dia justru diasingkan bahkan oleh gerejanya sendiri. Bisikan dari Tuhan yang didengungkannya justru dianggap oleh pimpinan gereja adalah bisikan dari setan yang kemudian menimbulkan keraguan di dalam hati Carlton.

Jika merujuk kepada ajaran agama, Tuhan tidak menurunkan wahyu lagi kepada manusia karena semua firman-Nya sudah termaktub di dalam kitab suci dan juga sudah tidak ada nabi lagi yang diutus.

Selain itu, kesalahan penafsiran, yang juga ditampilkan di dalam film, memang bisa saja sering terjadi seiring dengan banyaknya pengaruh teori dan pemikiran dari banyak pihak di era modern ini.

Pembaruan pemikiran dalam beragama ini justru bisa melebarkan hingga menyesatkan, terutama bagi mereka yang berpatokan dengan argumen “multi-tafsir”.

Satu-satunya cara yang ideal agar beragama kita lurus sesuai kehendak Tuhan ialah mempelajarinya sesuai dengan pemahaman para pendahulu yang paling dekat dengan masa wahyu tersebut turun, sehingga kesalahan itu bisa diminimalisir.

Pada akhirnya, dengan tema yang berat menyinggung masalah keimanan dan ketuhanan, Come Sunday bukanlah menjadi salah satu film drama berbobot, justru ceritanya hadir dengan pucat dan tidak memiliki tujuan yang pasti dengan tidak menjawab pertanyaan yang menjadi topik utama ceritanya. Jika hanya ingin menikmati akting Chiwetel Ejiofor, maka film ini tidak boleh dilewatkan. Segera ditonton, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram