bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Coach Carter (2005), Displin untuk Sukses

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Coach Carter
3.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Kontroversi muncul ketika pelatih bola basket SMA, Ken Carter, menghukum seluruh timnya dari latihan dan pertandingan demi mencapai target nilai akademis yang disetujui dalam kontrak mereka.

Performa akting Samuel L. Jackson yang prima dalam menampilkan kekukuhan karakternya mampu menyentuh hati kita untuk selalu mementingkan pendidikan demi masa depan yang lebih baik.

Coach Carter adalah film drama olahraga berdasarkan biografi Ken Carter dalam membina siswa atlitnya dengan gejolak muda dan lingkungan yang buruk agar menjadi seseorang yang bisa diharapkan masa depannya oleh diri dan keluarganya melalui jalan olahraga bola basket. Kisah tentang pelatih kontroversial ini menjadi berita utama di Amerika pada tahun 1999.

Agar lebih jelas mengenal sosok pelatih yang ditampilkan dalam film yang bisa ditonton di layar Netflix ini, ada baiknya baca terlebih dahulu sinopsis dan review kami sebagai pengantar menuju filmnya.

Sinopsis

Review Coach Carter (2005)

Ken Carter (Samuel L. Jackson) menerima tawaran sebagai pelatih bola basket di Richmond High School, sekolah dimana dia adalah salah satu alumni terbaiknya. Sebagai pelatih, dia memberikan syarat kepada para siswa atlitnya untuk memiliki IPK rata-rata 2,3 (C+), duduk di barisan depan saat di kelas, dan memakai dasi dan jas saat hari pertandingan.

Seluruh atlitnya harus menandatangani kontrak tersebut untuk terus bisa berada di tim. Salah seorang dari mereka memilih keluar dari tim karena tidak setuju.

Selain itu, banyak pertentangan dari orang tua para siswa, kepala sekolah, dan guru-guru di sekolah tersebut yang menganggap tindakan pelatih Carter ini terlalu berlebihan karena mereka ragu akan kemampuan para siswa untuk bisa memenuhi kontrak.

Carter memulai latihan dengan fisik sebagai fokusnya. Damian (Robert Riā€™chard) pindah dari sekolah favorit St. Francis ke Richmond agar bisa bermain untuk tim ayahnya.

Kenyon (Rob Brown) mengalami masalah dengan kekasihnya yang sedang hamil terkait kemampuannya sebagai ayah kelak. Junior Battle (Nana Gbewonyo) sering bolos dari kelas dan membuatnya dikeluarkan dari tim.

Tetapi setelah ibunya datang menghadap pelatih dan dia pun langsung meminta maaf kepadanya, Junior kembali masuk ke dalam tim dan berjanji untuk mengejar ketertinggalan kelasnya. Timo Cruz (Rick Gonzalez) ingin kembali masuk ke dalam tim dengan syarat harus melakukan push-up dan suicide dalam jumlah yang banyak dan harus selesai sebelum hari Jumat.

Ketika fisiknya sudah letih dan hari Jumat sudah dekat tapi syarat belum terpenuhi, seluruh anggota tim membantu Cruz dengan melakukan push-up dan suicide.

Kesatuan tim sudah terwujud dan membuat mereka memenangi pertandingan demi pertandingan hingga mencatat 16 kemenangan beruntun tanpa kekalahan, lalu mengantarkan mereka diundang ke turnamen tingkat regional.

Setelah menjadi juara turnamen, mereka menyusup keluar hotel untuk berpesta dengan remaja-remaja lain di Bay Hill. Carter menyadari jika mereka semua tidak ada di hotel dan mencari mereka dengan bantuan sopir taksi yang sebelumnya mengantarkan tim ke sebuah pesta. Carter memarahi seluruh anggota tim dalam perjalanan pulang.

Carter menemukan fakta jika nilai pelajaran para atlitnya sebagian besar buruk dan masih juga ada yang suka membolos. Carter mengunci gelanggang basket sebagai hukuman bagi atlitnya dan melarang mereka dari berlatih dan bertanding sampai mereka bisa memperbaiki nilai sesuai dengan kontrak. T

indakan ini mengundang perhatian media dan membuat Carter harus mengadakan jumpa pers. Carter tetap bersikukuh dengan pendiriannya meski mendapat berbagai tantangan dari berbagai pihak, hingga sekolah perlu mengadakan rapat besar yang menyatakan jika mereka tidak setuju dengan tindakan Carter.

Ketika Carter hendak mengambil barang-barangnya dan mengundurkan diri, seluruh anggota tim sedang belajar di lapangan basket dan tetap mendukung Carter sebagai pelatih.

Cruz yang sebelumnya keluar lagi dari tim, meminta Carter untuk menerimanya kembali ke tim setelah peristiwa penembakan terhadap rekannya. Carter bertahan sebagai pelatih dan para atlit berhasil meraih nilai akademis yang baik.

Mereka berhasil maju ke kejuaraan tingkat nasional tetapi kalah dari St. Francis di detik terakhir. Meski kalah, Carter bangga kepada tim dan mereka disambut bak juara oleh pendukungnya.

Berkenalan dengan Pelatih Carter

Berkenalan dengan Pelatih Carter

Ken Carter dilahirkan di Fernwood, Mississippi, pada 13 Februari 1959. Dia adalah seorang pengusaha, aktivis pendidikan, dan mantan pelatih bola basket.

Setelah lulus dari SMA Richmond, Carter kuliah di San Francisco State University, lalu ke Contra Costa College di California, dan terakhir di George Fox University di Oregon. Dia menjadi pelatih bola basket di SMA Richmond periode 1997 ā€“ 2002.

Latar belakang keluarganya yang sangat memprioritaskan pendidikan, membuatnya sangat perhatian terhadap jenjang akademis. Dia ingin menjadikan remaja di Richmond, yang berada di lingkungan yang penuh dengan tindak kriminal, menjadi orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi demi masa depan mereka yang lebih menjanjikan.

Untuk mengubah paradigma masyarakat itu, Carter menjalankan misinya lewat olahraga, yaitu bola basket. Kisah yang ditampilkan dalam Coach Carter mengambil kejadian di musim 1999 yang mengundang perhatian publik karena diliput oleh media massa. Berbeda dengan di film dimana Carter melakukan tindakan itu di tahun pertama dia melatih.

Setelah berhenti dari jabatannya sebagai pelatih bola basket di Richmond, Carter berpindah menjadi pelatih di olahraga lain, yaitu slamball, yang masih mengambil pondasinya dari bola basket, hanya lebih mengutamakan kekuatan fisik.

Carter berhasil membawa timnya juara di turnamen slamball pertama di tahun 2002. Carter juga pernah membawa obor olimpiade untuk Winter Olympics 2002.

Drama Olahraga dengan Motivasi Akademis

Drama Olahraga dengan Motivasi Akademis

Biasanya, film drama olahraga menonjolkan motivasi sportivitas dan kedisiplinan, tetapi berbeda dengan Coach Carter yang mengusung pendidikan sebagai topik utamanya.

Mari kita telaah bersama mengapa Carter menjadikan nilai akademis yang baik sebagai syarat masuk ke dalam timnya. Lingkungan di Richmond dikenal sebagai daerah dengan tingkat kriminal yang tinggi.

Banyak remaja sudah memiliki catatan kriminal, sebagian besar terlibat dalam bisnis narkoba. Contoh di dalam film adalah sosok Cruz yang bolak-balik keluar lalu masuk tim kembali.

Pergaulan remaja yang kelewat bebas juga dicontohkan oleh sosok Kenyon dan kekasihnya Kyra yang pada akhirnya memilih aborsi sebagai jalan keluar dari ketidaksiapan mereka sebagai orang tua.

Tentu saja berbagai perkara ini mengganggu Carter yang ingin masyarakat di sekitarnya memiliki pendidikan yang tinggi sehingga paradigma berpikir mereka bisa berubah dengan harapan itu semua bisa menjadikan kehidupan di Richmond menjadi lebih baik. Niat yang baik ini dianggap sebagai kontroversi bagi masyarakat Richmond pada saat itu.

Tetapi tindakan Carter ini membuahkan hasil yang cukup baik dimana sebagian besar atlitnya diterima di beberapa universitas dan diantaranya mendapat beasiswa penuh. Catatannya bisa dilihat di akhir film, universitas mana saja yang menerima atlit lulusan Richmond ini.

Coach Carter memang memiliki beberapa elemen yang sama dengan film drama olahraga lainnya, tetapi karena berdasarkan kisah nyata dan kekuatan akting dari Samuel L. Jackson, film ini tampil dengan efektif dan berenergi, layaknya skema permainan bola basket mereka.

Pesan moral tentang pentingnya pendidikan pun mampu meresap ke dalam sanubari. Jadi, masukkan dalam watchlist Netflix kalian ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram