bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Bukan Cinderella, Debut Fuji yang Mengecewakan

Ditulis oleh Suci Maharani R
Bukan Cinderella
1.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Bukan Cinderella (2022) adalah film romantis remaja yang dibintangi oleh Fujianti Utami dan Rafael Adwel. Menjadi debut pertama Fuji memasuki industri perfilman dan seni peran Indonesia, tentu banyak orang yang penasaran.

Kira-kira akan seperti apa sih akting yang diberikan oleh tante kesayangannya Gala ini? Sayangnya sejak trailer film ini ditayangkan oleh Super Media Pictures, ada banyak orang yang pro dan kontra dengan akting Fuji.

Tak hanya itu, sang sutradara Adi Garin juga dikomentari gagal untuk memberikan arahan yang baik kepada artisnya. Padahal dari segi cerita, film ini mengambil premis “benci jadi cinta” yang lumrah di kalangan remaja.

Lalu kisah seperti apa yang akan dialami oleh Fujianti Utami dan Rafael Adwel dalam Bukan Cinderella (2022)? Biar nggak penasaran lagi, kamu bisa mencari info soal sinopsis dan ulasan filmnya hanya di Bacaterus.

Baca juga: Sinopsis & Review Film Indonesia Ngeri-Ngeri Sedap (2022)

Sinopsis

Sinopsis

Seorang gadis bernama Amora Olivia (Fujianti Utami), menjadi salah satu siswi beruntung yang bisa bersekolah di MEJ School.

Sekolah satu ini memang berbeda dari yang lainnya, makanya banyak anak yang bermimpi untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah ini. Meski masuk dalam golongan siswi beruntung, nyatanya Amora tidak pernah merasakan hal tersebut.

Pasalnya MEJ School mengkategorikan setiap siswanya lewat prestasi akademis, kalau sudah begini Amora jelas tersingkir.

Bayangkan saja, hampir setiap hari Amora selalu langganan datang terlambat dan sudah menjadi hobinya menyikat toilet sekolah. Jadi tidak heran jika Amora harus menerima kenyataan, bahwa ia ditempatkan di kelas buangan yaitu 11 IPA-7.

Suatu hari Amora yang baru saja membeli sepatu baru dibuat kesal, pasalnya ada seseorang yang mencuri salah satu sepatunya. Bahkan lebih gilanya lagi, sepatunya diganti dengan sepatu usang yang kebesaran entah milik siapa.

Amora mengamuk dan berteriak, mencari orang yang sudah menukar sepatunya hingga muncullah sosok Adam (Rafael Adwel).

Tanpa banyak berpikir, Amora langsung memukuli Adam hingga keduanya dipanggil ke ruang BK. Dalam ruangan tersebut, keduanya dibimbing untuk menyelesaikan semua kesalahpahaman.

Meski tidak mendapatkan sanksi berat, Amora dan Adam mendapatkan surat peringatan dari sekolah. Hal ini membuat Amora sangat kesal, pasalnya ia tahu uang jajannya akan dipotong oleh sang bunda.

Menjalani harinya seperti biasa bersama teman sekelasnya, tiba-tiba saja Ardi (Fajar Kibo) dan anggota Osis lainnya masuk ke kelas mereka.

Ardi mengatakan, bahwa Amora harus datang ke ruang Osis tanpa bantahan atau ia akan menghukum kelas 11 IPA-7 karena tindak indisipliner.

Tak ingin kawannya tunduk begitu saja, Eka (Annette Edoarda) mengancam Ardi dengan sebuah video yang mengejutkan.

Ardi panik, pasalnya videonya bersama dengan Juna dan Adam sedang merokok bisa merusak reputasi mereka jika tersebar. Sialnya lagi, Eka meminta sebuah syarat yang sangat mustahil untuk dilakukan oleh Adam agar videonya tidak tersebar.

Eka meminta Adam untuk menembak Amora di kantin sekolah, meski awalnya merasa enggan pada akhirnya Adam menerimanya.

Tapi Adam yang berasal dari kelas unggulan 11 IPA-1 ini tidak tunduk begitu saja, ia akan menjadikan kesempatan ini untuk menjatuhkan Amora.

Adam memaksa Amora untuk menjadi pacarnya, dengan ancaman kehidupan teman-temannya di sekolah akan hancur jika gadis itu menolak. Awalnya Adam berpikir hal ini bukan masalah besar, selama ia bisa menjaga reputasinya di sekolah.

Tapi semakin Amora masuk dalam hidupnya dan mengetahui rahasia-rahasianya, secara perlahan Adam mulai merasakan hal yang berbeda.

Bahkan Adam merasa cemburu dan marah, ketika melihat Amora begitu dekat dengan salah satu temannya. Berada dalam hubungan benci dan cinta, bagaimana cara Amora dan Adam menyelesaikan kisah asmara mereka?

Ide Cerita yang Simpel, tapi Gagal Total

Ide Cerita yang Simpel, Tapi Gagal Total

“Benci jadi cinta”, rasanya ide cerita seperti ini bukanlah hal aneh lagi dikalangan para pecinta film atau drama. Meski terkesan lumrah, nyatanya penulis cerita untuk Bukan Cinderella (2022) yaitu Queen B tidak bisa mengadaptasinya agar terasa fresh.

Jujur saja, menggabungkan ide cerita “benci jadi cinta” dengan “Cinderella” dalam film ini bisa dikatakan sebagai kolaborasi yang buruk.

Untuk sisi “benci jadi cinta”, saya mengakui bahwa plotnya memang dapet banget. Kisah ketua Osis yang dingin dan sombong yang tiba-tiba jatuh cinta pada anak kelas buangan memang dapet banget.

Tapi plot ini juga tidak bisa disebut sempurna, karena masih ada banyak plot hole disini. Tapi yang lebih fatal adalah ide cerita soal “Cinderella”, bagi saya hal ini benar-benar tidak tergambarkan.

Apa yang membuat sosok Amora layak disebut sebagai Cinderella? Apa karena ia bersekolah di sekolah elit tapi masuk kelas buangan atau karena ia berpacaran dengan ketua Osis tapi tetap di bully? Tapi dari mana sisi Cinderella-nya?

Saya benar-benar tidak menemukan hal tersebut. Lalu soal sinematografi dan editingnya, meski stabil sebenarnya  tidak ada gambar yang benar-benar Indah.

Lalu soal editing-nya, jujur saja saya kurang bisa memahami plotnya karena editing setiap plot seperti ditempel-tempel saja.

Perpindahan plotnya sangat cepat, terkadang tiba-tiba menceritakan hal lain yang tidak berhubungan dengan plot sebelumnya. Saya mencatat ada beberapa perpindahan plot yang kagok, soal plot twist antara Amora dan Adam dan beberapa scene sebelum ending.

Akting Pemeran Utamanya Masih Sangat Mentah

Akting Pemeran Utamanya Masih Sangat Mentah

Tak hanya soal ceritanya yang kurang runtut dan terasa monoton banget, saya juga ingin mengomentari soal akting para pemeran utamanya.

Secara jujur saya katakan, bahwa baik Fujianti Utami dan Rafael Adwel masih harus banyak sekali belajar. Saya akan mengatakan bahwa akting keduanya masih sangat mentah, terutama dalam pemahaman dan penjiwaan karakter.

Pertama soal penampilan Fuji, meski karakter Amora terlihat mirip dengan karakternya, tapi tidak ada hal yang menarik.

Fuji tidak bisa memberikan kesan, bahwa Amora adalah gadis kuat selain dari keahlian bela diri dan bukan dari pemikirannya. Scene “Oh jadi elo”, menjadi scene yang menggambarkan betapa mentahnya akting Fuji, ekspresi wajahnya dan intonasi bicaranya terasa sangat kagok.

Masih sedikit lebih beruntung, wajah Rafael Adwel yang agak ke bule-bulean membuat aktingnya terlihat lebih bagus. Itulah keuntungan dari memiliki wajah blasteran, tapi yang sangat kurang justru dari penjiwaan karakter.

Hal ini terlihat banget, pasalnya ada beberapa scene yang memperlihatkan usaha Rafael untuk bisa menjiwai karakter Adam tapi jatuhnya jadi cringe.

Kegagalan kedua pemeran utamanya ini setidaknya bisa terobati dengan kebrilianan akting dari tiga pemeran pendukungnya.

Annette Edoarda sebagai Eka, Raisya Bawazier sebagai Sasa dan Fajar Kibo sebagai Ardi yang memberikan akting serta penjiwaan karakter yang baik. Sayang saja, karakter mereka tidak dikembangkan dan bertaburan plot hole dimana-mana.

Blunder yang Menghancurkan Seluruh Plotnya

Blunder yang Menghancurkan Seluruh Plotnya

Bagian ini menjadi kritik paling keras dari saya untuk Bukan Cinderella (2022), karena alurnya terasa blunder banget. Fyi, Adam berpura-pura pacaran dengan Amora karena tidak ingin videonya saat merokok di sekolah viral dan merusak citranya.

Dari plot ini saja sudah jelas, bahwa merokok disebut sebagai hal tercela tapi berpacaran di sekolah adalah hal yang lumrah.

Sejujurnya saya bisa menerima hal ini, toh sejak tahun 60-an plot soal cinta disekolah bukanlah hal yang aneh. Tapi yang membuat saya geram, apakah berciuman di sekolah bukan hal yang bisa merusak reputasi Adam sebagai ketua osis?

Apakah hal ini tidak akan viral? Apalagi ciuman keduanya sempat diabadikan lewat kamera telepon selular salah satu siswa.

Ini menjadi kesalahan terbesar yang tidak masuk akal, lalu dibiarkan begitu saja oleh penulis dan sutradara. Maksud saya, apakah mereka tidak merasa aneh dengan plot ini?

Sepertinya mereka tidak memikirkan soal influence, hanya berpikir soal romansa yang manis untuk anak SMA. Memang kisahnya bisa dikatakan manis, tapi tolong untuk stop normalisasi romansa berlebih seperti ini di sekolah.

Belum lagi makeup dari beberapa karakter terutama untuk karakter Caca, Dinda dan Sasa. Saya baru tahu kalau anak sekolah jaman sekarang diperbolehkan memakai full makeup?

Tak hanya itu, sebenarnya masih ada hal lain yang melenceng dari aturan sekolah pada umumnya. Saya pikir menormalisasi hal seperti ini bukanlah hal yang baik, apalagi untuk film remaja.  

Bagi saya sendiri Bukan Cinderella (2022) bisa dikatakan sebagai salah satu film Indonesia terburuk di tahun ini. Film satu ini memiliki ide cerita yang simpel dan lumrah, tapi eksekusi dari sutradara Adi Garin bahkan tidak bisa dianggap layak.

Ada banyak cacat dalam cerita, alur, akting, editing dan sinematografi yang terkesan hanya dimasukkan demi menambah durasi saja.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram