bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Blonde (2022), Eksploitasi Hidup Marilyn Monroe

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Blonde
2.4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Hidup Norma Jeane, atau yang lebih dikenal dengan nama Marilyn Monroe, penuh penderitaan. Sejak dia kecil hingga wafat di usia 36 tahun, dia tidak pernah bahagia.

Meski bergelimang harta dan popularitas, nyatanya dirinya hanyalah bahan eksploitasi berbagai kalangan. Mentalnya runtuh, tapi dia harus tetap tampil penuh senyuman di depan publik.

Blonde adalah film drama psikologis tentang biografi Marilyn Monroe, salah satu ikon perfilman Hollywood di era 1950an.

Film ini bukanlah kali pertama yang mengangkat biografinya, namun adaptasi dari novel fiksi karya Joyce Carol Oates ini adalah yang paling menyedot perhatian. Terutama karena pemeran utamanya, Ana de Armas.

Film ini juga mencatatkan diri sebagai film streaming pertama dengan rating NC-17 dari MPAA, yang artinya film ini banyak mengandung adegan seksual, termasuk pemerkosaan dan aborsi.

Dengan semua informasi yang menarik perhatian ini, apakah Blonde mampu memenuhi ekspektasi kita dan menjadi film biografi Marilyn Monroe terbaik? Simak review berikut untuk mengetahuinya.

Baca juga: The Mystery of Marilyn Monroe: The Unheard Tapes

Sinopsis

Sinopsis

Tahun 1933. Norma Jeane diperlihatkan foto seorang pria oleh ibunya di ulang tahunnya yang ke-7. Pria itu dipercaya adalah ayahnya yang belum pernah dia jumpai sejak lahir.

Suatu hari, ibunya membawa Norma Jeane ke bukit yang sedang terbakar, namun dihentikan oleh polisi. Karena menderita gangguan mental, ibunya pernah berusaha menenggelamkan Norma Jeane di bathtub.

Norma Jeane kemudian berlari ke rumah tetangganya, Miss Flynn. Beberapa hari kemudian, dia dibawa ke panti asuhan sementara ibunya dimasukkan ke RSJ. Meskipun menolak dan menangis, namun Norma Jeane tidak bisa berbuat apa-apa dan pasrah pada keputusan pihak yang berwenang.

Era 1940an. Norma Jeane telah menjadi model terkenal dengan memakai nama Marilyn Monroe. Saat dia mencoba merintis karir film, Norma Jeane diperkosa oleh presiden studio.

Proses audisi untuk peran Nell di film Don’t Bother to Knock juga tidak berjalan lancar, namun aktingnya menarik perhatian sang sutradara yang kemudian menyertakannya di dalam film tersebut.

Karir akting Marilyn mulai menanjak setelah membintangi film Niagara dan dia bertemu dengan dua aktor muda, Charles Chaplin Jr. dan Edward G. Robinson Jr. atau yang biasa dipanggil Cass dan Eddy.

Mereka terlibat dalam hubungan poliamori yang bisa meruntuhkan image sang aktris. Namun saat diberi tahu oleh manajernya, Marilyn merasa marah karena dia tidak bisa menjadi diri sendiri.

Marilyn mengandung anak dari Cass. Dia bahagia sekaligus merasa takut akan adanya kemungkinan mewarisi penyakit mental dari ibunya.

Dia memutuskan untuk melakukan aborsi yang disetujui pula oleh Cass. Namun di saat terakhir, dia hendak membatalkan, tapi semua tidak bisa dihentikan. Setelahnya, dia memutuskan hubungan dengan Cass dan Eddy.

Marilyn kemudian bertemu dengan Joe DiMaggio, seorang mantan atlet. Dia bilang ingin lebih serius mendalami akting dengan meninggalkan Hollywood dan pindah ke kota New York.

Saat di lokasi syuting, Marilyn menerima surat dari seseorang yang mengaku sebagai ayahnya. Dia merasa tidak nyaman saat pemutaran perdana film terbarunya dan memilih kembali ke kamar hotelnya.

Ternyata di kamar itu sudah ada Joe menunggu untuk melamarnya. Marilyn menerima pinangan itu dan tidak berapa lama mereka pun menikah.

Masa bahagia mereka terputus ketika Cass dan Eddy mengirimkan foto-foto telanjang Marilyn kepada Joe. Merasa marah, Joe melarang Marilyn untuk tampil di film The Seven Year Itch.

Namun Marilyn tetap menyelesaikan film itu dan melakukan adegan ikonik, yaitu gaun putih yang tertiup angin dari ventilasi subway, di depan pers dan publik. Ketika pulang, Joe yang dalam keadaan mabuk melakukan kekerasan kepada Marilyn yang berujung dengan perceraian.

Tahun 1955, Marilyn mengikuti audisi pementasan Broadway berjudul Magda. Semua pengunjung audisi kagum dengan performanya, kecuali Arthur Miller, penulis naskahnya.

Namun saat berbincang berdua, Marilyn berhasil membuka mata dan hati Arthur berkat analisa karakter Magda darinya yang akurat. Dan mereka pun menikah.

Mereka hidup bahagia dan Marilyn mulai mengandung. Merasa khawatir lagi dengan keselamatan kandungannya, dia lebih berhati-hati di setiap waktu.

Tapi pada saat teman Arthur bertamu, Marilyn terjatuh di pantai berbatu ketika membawa makanan. Marilyn kembali bersedih karena mengalami keguguran. Merasa putus asa, dia kembali ke dunia akting.

Namun kali ini Marilyn menjadi susah diatur dan kejiwaannya terganggu. Dia tidak senang dengan perhatian dan komentar media tentangnya, sehingga membuatnya sering marah-marah di lokasi syuting.

Hubungannya dengan Arthur kini pun mulai merenggang dan Marilyn beralih ke obat-obatan untuk menangani depresinya.

Tahun 1962, dua agen Secret Service menjemputnya di pesawat saat mendarat di bandara. Mereka mengantar Marilyn untuk bertemu Presiden John F. Kennedy.

Setelah bertemu, ternyata sang presiden hanya menggunakannya sebagai pelampiasan seksual saja. Dia pun dipulangkan kembali ke Los Angeles dalam waktu singkat.

Halusinasi Marilyn semakin parah dengan semakin seringnya dia menenggak minuman keras dan obat-obatan. Dia bahkan bermimpi diculik dan melakukan aborsi lagi.

Suatu hari dia menerima kabar bahwa Cass telah wafat dan meninggalkan barang dan surat untuknya. Awalnya dia menolak, namun Eddy tetap mengirimkannya ke rumah Marilyn.

Paket itu pun dibuka olehnya. Marilyn kemudian terkejut dan kemudian semakin depresi setelah mengetahui fakta dari isi surat yang ditulis Cass itu.

Apa isi surat tersebut? Lalu, bagaimanakah Marilyn Monroe menemui ajalnya? Tuntaskan menonton film ini hingga usai dan temukan jawaban misterius tersebut menjelang akhir film.

Kisah Hidup Marilyn Monroe yang Penuh Eksploitasi

Kisah Hidup Marilyn Monroe yang Penuh Eksploitasi

Marilyn Monroe adalah ikon budaya pop Hollywood era 1950an dan termasuk salah satu legenda perfilman dunia. Meskipun tidak memiliki karir yang panjang, namun dirinya termasuk salah satu aktris dengan bayaran termahal selama satu dekade dan popularitasnya tidak lekang oleh zaman.

Sekalipun banyak skandal menyerang dirinya, namun karirnya tidak tergoyahkan di masa jayanya. Satu hal yang meruntuhkan karirnya adalah dirinya sendiri.

Ketidakmampuannya dalam mengontrol diri, emosi dan pikirannya membuatnya terjerumus ke dalam kubangan obat-obatan dan minuman keras. Hingga kemudian dia ditemukan meninggal dunia karena overdosis obat-obat tidur dan penenang.

Cukup banyak cerita di sekitar kehidupan Marilyn Monroe, baik yang positif juga negatif. Salah satunya adalah fiksionalisasi biografi Marilyn Monroe berupa novel berjudul Blonde karya Joyce Carol Oates yang terbit di tahun 2000.

Penulisnya sendiri bersikeras bahwa novelnya ini hanyalah kisah fiktif belaka dan tidak ingin dimasukkan ke klasifikasi buku biografi. Novel ini adalah finalis Pulitzer Prize dan National Book Award.

Adaptasi pertama kali dari novel ini adalah miniseri CBS dengan Poppy Montgomery sebagai Marilyn Monroe di tahun 2001. Respon beragam muncul menanggapi miniseri 2 episode ini yang menempatkannya sebagai karya fiksi bukan biografi.

Begitupun film Netflix karya Andrew Dominik ini. Dengan durasi 2 jam 46 menit, film ini menampilkan semua isi novel secara kronologis sejak Norma Jeane masih kecil hingga meninggal dunia di atas tempat tidurnya.

Menitikberatkan pada sisi psikologis Norma Jeane yang mentalnya tidak stabil karena merasa mewarisi penyakit jiwa dari ibunya dan kehilangan sosok ayah dalam hidupnya.

Dalam karirnya juga dia merasa bahwa dirinya hanya menjadi bahan eksploitasi karena kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Dia menembus dunia film karena rela diperkosa oleh presiden studio dan lolos audisi bukan karena talenta aktingnya.

Sehingga di sebagian besar film yang pernah dibintanginya, dia hampir selalu memerankan karakter yang sama. Tidak hanya industri perfilman saja yang mengeksploitasi dirinya, bahkan orang-orang terdekatnya juga tidak jauh berbeda.

Dua pria yang pernah dinikahi bahkan presiden Amerika pun melakukan hal yang sama dengan cara yang sedikit berbeda. Hal inilah yang menjadi pemicu utama depresi yang dideritanya yang berujung kepada kematian karena overdosis obat-obatan.

Bersinarnya Performa Akting Ana de Armas

Bersinarnya Performa Akting Ana de Armas

Sosok Marilyn Monroe sangat dikenal di dunia perfilman, bahkan hingga saat ini. Banyak dari fotonya menjadi ikon budaya pop yang terus dikagumi.

Sehingga untuk memerankan dirinya dibutuhkan seorang aktris yang tidak hanya mirip secara fisik namun juga harus mampu menampilkan kepribadian yang identik.

Cukup banyak artis yang meniru penampilan Marilyn Monroe dan beberapa diantaranya pernah memerankan aktris legendaris ini di film yang menceritakan kisah hidupnya. Setidaknya kita mengenal Misty Rowe di film Goodbye, Norma Jean (1976) dan Goodnight, Sweet Marilyn (1989).

Lalu ada Ashley Judd sebagai Norma Jean dan Mira Sorvino sebagai Marilyn Monroe di film Norma Jean & Marilyn (1996). Dan Michelle Williams memerankannya di film yang membawanya masuk nominasi Oscar, My Week with Marilyn (2011).

Untuk film Blonde ini, sutradara Andrew Dominik dan para produsernya, salah satunya Brad Pitt, sudah memulai proyek ini sejak tahun 2010. Awalnya Naomi Watts yang akan berperan sebagai Marilyn Monroe.

Lalu di tahun 2014, Jessica Chastain menggantikannya. Dan akhirnya di tahun 2019 Ana de Armas yang ditetapkan sebagai pemeran Marilyn Monroe untuk film ini.

Sempat mengundang keraguan karena dia berdarah Kuba dan kurang fasih berbicara dalam dialek khas Amerika. Namun sejak terpilih sebagai pemeran utama, Ana de Armas berlatih keras untuk melancarkan gaya bicara dan warna suaranya agar mirip dengan Marilyn Monroe.

Dan hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Lewat penampilannya, kita dibawa hanyut oleh psikologis sang ikon yang sejak kecil mentalnya sudah goyah di bawah asuhan ibunya.

Popularitas sebagai artis terkenal justru menimbulkan pergolakan batin di dalam dirinya. Dia merasa bahwa sebagai Marilyn Monroe dia hanya menjadi sapi perahan bagi pihak-pihak yang mengeksploitasinya.

Dia tidak bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, bahkan seolah tidak punya jati diri. Pencariannya akan sosok sang ayah pun, semakin membuat gangguan mentalnya menebal.

Dia memanggil suaminya dengan sebutan “Daddy”, baik kepada Joe maupun Arthur. Dengan dua kali kehilangan janin dalam rahimnya, semakin memperdalam kerusakan mental yang pada akhirnya tidak bisa disembuhkan lagi.

Keglamoran, senyuman, lambaian dan segala hal yang pernah Marilyn Monroe tampilkan di mata publik, disajikan kembali dengan cukup identik dan autentik.

Kurang lebih, elemen ini memiliki formula yang sama dengan film Elvis (2022). Dan Ana de Armas membawakannya dengan sangat baik, seolah dia tenggelam dalam popularitas sang legenda.

Begitu pula ketika menampilkan sisi kerapuhan mentalnya, Ana de Armas mampu meneteskan air mata bahkan saat dia tersenyum.

Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa dia sangat menghayati perannya sebagai Marilyn Monroe. Kalau boleh memprediksi, performa aktingnya di film ini mungkin akan mengantarkannya masuk nominasi di berbagai ajang penghargaan film.

Berbagai Fase Kehidupan yang Sulit Dicerna

Berbagai Fase Kehidupan yang Sulit Dicerna

Meski hanya fiksionalisasi dari sebuah biografi seorang tokoh, namun film dan novelnya merangkum semua fase dalam hidup Marilyn Monroe. Mulai dari masa kecil, awal karir di Hollywood, hubungannya dengan beberapa pria yang dua diantaranya menjadi suaminya, hingga akhir hidupnya.

Andrew Dominik seolah mengerahkan semua teknik sinematik untuk memperkaya ragam visualisasi dalam film ini. Perubahan rasio layar, pemberian warna di beberapa adegan, pergerakan kamera yang dinamis, dan permainan sound serta gambar hanyalah beberapa diantaranya saja.

Bagi penikmat film sejati, mungkin hal ini membuat mereka kagum. Namun bagi penonton umum, mereka merasa terbebani dan dibuat bingung dengan hal-hal yang tampak surealis di layar.

Tapi sebenarnya, semua permainan visual ini cukup mampu membuat kita paham dan hanyut dalam psikologis Marilyn, meski masih sulit bagi kita untuk memahami maksud dari perbedaan adegan berwarna dan yang tidak.

Beberapa fase ini seolah terputus antara satu dengan lainnya. Seperti pada adegan pertengkaran Marilyn dengan Joe dimana mereka diceritakan bercerai. Adegan berikutnya adalah audisi pentas Broadway yang diikuti oleh Marilyn. Tidak ada jembatan antara satu fase ke fase lainnya.

Akibatnya kita seolah terlempar mendadak dan harus segera menyesuaikan diri dengan latar cerita yang baru. Hanya saja, semua fase ini terikat dalam sebuah benang merah, yaitu pencariannya akan sosok ayah yang belum pernah ditemuinya dan eksploitasi diri yang merusak mentalnya.

Blonde memang bukanlah sebuah biografi yang autentik. Meski alur cerita dan tahun kejadiannya sangat akurat, namun dialog dan pemikiran Marilyn murni hanya fiktif belaka. Batasan antara fakta dan fiksi melebur, sehingga kita sulit memilah apakah kejadian ini nyata atau tidak.

Dengan kekayaan visual yang ditampilkan, cukup membuat kita seolah tersesat dan sulit untuk memahami, meski mungkin sebagian kecil dari kita bisa hanyut di dalamnya. Dan yang membuat kita betah terpaku menonton film ini adalah performa akting cemerlang Ana de Armas.

Segala bentuk eksploitasi pada sosok wanita dipaparkan secara gamblang di film ini. Dengan penempatan kamera dan sinematografi yang apik, kita dibawa untuk merasakan sakitnya hati dan mental Marilyn dalam menempuh karir keartisannya.

Venice Film Festival sudah lebih dahulu menempatkan film ini sebagai nominator Golden Lion. Besar kemungkinan film ini akan berjaya juga di berbagai ajang penghargaan dan festival film lainnya, terutama dari sisi akting Ana de Armas dan sisi teknis produksinya.

Blonde memang cukup bias sebagai sebuah film. Beberapa elemen bisa dinikmati, namun elemen lain sangat mengganggu kenikmatan menonton. Tapi jika kalian adalah fans Marilyn Monroe, maka film ini adalah santapan utama yang harus ditonton segera. Filmnya sudah bisa ditonton di Netflix sekarang juga.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram