bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Big Brother (2018), Perjuangan Seorang Guru

Ditulis oleh Suci Maharani R
Big Brother
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Banyak orang yang berkata bahwa anak nakal, tidak hanya bodoh tetapi tidak akan memiliki masa depan yang cerah. Namun kali ini Donnie Yen merasa bahwa setiap anak berhak untuk hidup dan mendapatkan kualitas pendidikan yang layak.

Apalagi ketika sistem pendidikan di Hong Kong sendiri, ternyata membuat banyak anak merasa tertekan. Inilah Big Brother (2018) sebuah film Kam Ka-Wai yang menunjukkan perjuangan seorang guru dan murid-muridnya.

Tidak hanya mengisi kisahnya dengan drama dan komedi, dalam film ini Donnie Yen akan tetap menunjukkan keahlian bela diri yang keren.

Film ini juga dibintangi oleh bibit muda seperti Joe Chen, Long Ming Kit, Yu Kang, Bruce Tong, Christ Tong, Gladys Li hingga Gordon Lau.

Lalu, bagaimana cara Donnie Yen mengatasi kumpulan murid nakal tersebut? Biar nggak penasaran lagi, kamu wajib membaca sinopsis dan review film Big Brother (2018) di bawah ini.

Baca juga: Inilah 20 Film Terbaik yang Dibintangi oleh Donnie Yen

Sinopsis

Sinopsis

Di salah satu sekolah menengah atas di Hong Kong, ada satu kelas yang memang diisi oleh sekumpulan murid nakal. Tidak memandang gender, semua murid di kelas 6B tersebut sudah langganan membuat para guru kesal dan tidak kerasan mengajar.

Nyaman dengan keseharian mereka, para murid ini kembali mendapatkan guru baru yang terlihat biasa saja dan agak sombong.

Guru baru itu bernama Henry Chen, yang secara mengejutkan selalu lolos dari perbuatan jahil anak-anak kelas 6B. Hebatnya lagi, Pak Chen selalu bisa mengambil perhatian dari anak-anak ini dengan cara yang tidak pernah terbayangkan.

Suatu hari, beberapa siswa dari kelas B6 membuat keributan hingga kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan mereka dari sekolah. Pak Chen berusaha untuk menyelamatkan Jack Li, Bruce Law, Chris Kwan, Gladys Wong dan Gordon Hing di Do.

Hari itu ia memberikan surat bertaubat, yang harus kelima anak itu setujui agar bisa tetap bersekolah di Tak Chi Secondary School. Empat anak menyetujui untuk menerima surat tersebut, hanya Jack Li yang menolak surat pertaubatan tersebut.

Melihat dunia pendidikan di Hong Kong, bagaimana anak-anak merasa tertekan dengan sistem yang ada, membuatnya merasa prihatin. Bayangkan saja, setiap tahunnya hanya 20% pelajar yang berhasil masuk ke universitas.

Lalu, bagaimana dengan sisanya? Mereka harus kembali berjuang di tahun berikutnya. Akhirnya, ia mulai mencari tahu latar belakang dari lima siswa kelas 6B ini, hingga ia menemukan fakta yang sesungguhnya.

Anak-anak ini hidup dalam keluarga dan lingkungan yang tidak sehat. Jack Li hidup miskin bersama neneknya, ia bekerja paruh waktu di banyak tempat dan membuatnya kerap tidur di kelas.

Si kembar Bruce dan Chris Kwan, memiliki ayah pemabuk dan tidak pernah memperdulikan mereka. Gladys Wong yang dikenal tomboy, ternyata merasa orang tuanya tidak menginginkan anak perempuan.

Sementara Gordon Hong yang berdarah Pakistan, cita-citanya menjadi penyanyi dan kulit gelapnya sering membuatnya jadi korban rasis.

Dari permasalah ini, Pak Chen mencari cara untuk menyadarkan bahwa mereka adalah anak-anak yang berharga. Namun rencananya tidak mudah, pasalnya seorang ketua triad yang ingin menghancurkan Tak Chi Secondary School.

Bahkan pria ini ternyata memiliki masa lalu yang pelik dengan Pak Chen, yang membuatnya hidup dalam dendam. Dengan berbagai kesulitan ini, bisakah Pak Chen membuat anak-anak ini kembali bersemangat untuk hidup dan belajar?

Pola Asuh Menentukan Kepribadian Anak

Pola Asuh Menentukan Kepribadian Anak

Big Brother (2018) mungkin sebuah film yang tidak akan disangka-sangka memiliki banyak pesan moral. Film yang dibintangi oleh Donnie Yen ini ternyata memiliki banyak sekali nilai penting soal kehidupan.

Menitikberatkan soal kehidupan para remaja, film ini menunjukkan bahwa kehidupan anak-anak ini sebenarnya sangat berharga.

Banyak orang yang menganggap remeh para remaja, apalagi jika anak tersebut dikenal sebagai anak yang nakal.

Namun banyak orang yang lupa, bahwa apa yang terjadi kepada anak selalu saja berhubungan dengan orang dewasa. Film ini menunjukkan, bahwa kepribadian buruk anak-anak ini dikeranakan mereka hidup sosok orang tua yang mengayomi.

Mereka memang nakal, namun hal ini adalah wujud dari rasa kesal dan sedih karena tidak mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orang tua.

Setidaknya ada empat anak yang menjadi korban dari rusaknya lingkungan keluarga. Terutama untuk Jack Li, Gladys Wong, Bruce Kwan dan Chris Kwan, dimana mereka berasal dari keluarga yang kondisinya tidak utuh.

Kisah dalam film ini menunjukkan, bahwa kasih sayang orang tua adalah modal utama untuk membentuk kepribadian anak.

Cara memperlakukan anak-anak nakal bukanlah dengan kekerasan dan berbagai kata verbal yang buruk. Namun berilah bimbingan dan kasih sayang yang layak, dari sinilah secara perlahan hati anak-anak ini akan tergerak.

Dipenuhi dengan Kritik Sosial

Dipenuhi dengan Kritik Sosial

Selain mengenai pola asuh, film garapan Kam Ka-Wai ini memberikan banyak sekali nilai sosial dan moral lainnya. Contohnya soal sistem pendidikan di Hong Kong yang dianggap terlalu sulit dan membebani anak-anak setiap tahunnya.

Menjadi anak yang cerdas, berprestasi dan berpendidikan baik, siapa sih yang tidak menginginkan hal ini?Saya yakin semua orang menginginkannya, namun kualitas setiap orang tidak hanya soal itu saja. Film ini memberitahukan, bahwa sistem pendidikan yang sulit bukannya memotivasi anak-anak.

Justru hal ini malah membuat anak-anak merasa tertekan, apalagi faktanya hanya 20 persen anak yang bisa berkuliah. Standarisasi seperti ini membuat anak-anak yang gagal stres hingga mereka nekat untuk bunuh diri.

Lalu para pengajar sering lupa bahwa pendidikan yang baik bukan hanya soal nilai saja. Tapi bisakah mereka membuat para siswanya untuk memiliki kemampuan nalar yang baik?

Pasalnya selain ranking, nalar adalah modal bagi anak-anak untuk melindungi mereka dari tindak kejahatan.

Sehingga meski ranking mereka dikatakan biasa saja, setidaknya anak-anak ini tidak mudah untuk dibohongi. Tidak hanya soal pendidikan, film ini juga menunjukkan bahwa rasis adalah Tindakan yang berbahaya.

Karena rasis yang diterimanya sejak kecil, Gordon Hing yang juga keturunan Pakistan ini tidak percaya diri dengan bakatnya. Anak ini hampir saja kehilangan cita-citanya, karena perbuatan yang kerap dianggap sepele oleh orang lain.

Luo Ming Jie Sangat Mencuri Perhatian

Luo Ming Jie Sangat Mencuri Perhatian

Penampilan Donnie Yen dalam Big Brother (2018) memang sangat sederhana namun mengena ke hati. Sosok guru seperti ini memang tidak jarang, namun tidak banyak dimiliki oleh setiap sekolah.

Tidak hanya aktingnya saja, tetapi keahlian laganya memang sangat menghibur dan keren. Padahal soal kualitas dan sinematografi, film besutan Kam Ka-Wai ini bisa dikatakan sangat biasa saja.

Namun hal yang tidak bisa kita lewatkan, saya yakin kamu akan jatuh hati dengan sosok Jack Li yang diperankan Luo Ming Jie. Aktor kelahiran 18 Oktober 1993 ini berhasil menarik spotlight dari aktor kawakan seperti Donnie Yen.

Karakter Jack Li yang diperankannya sebenarnya sosok anak yang polos, namun ia masuk dalam lingkungan buruk. Padahal dibalik sikap buruknya, anak yang selalu terlihat tenang ini hanya anak yang kurang kasih sayang.

Ia tidak mempercayai siapapun selain dirinya dan sang nenek, yang sejak ia masih kecil sudah merawatnya. Itulah alasan yang membuat Jack Li, memilih untuk bekerja paruh waktu sebanyak mungkin demi membantu sang nenek.

Aktingnya terlihat sangat natural, belum lagi emosi yang diberikannya tersampaikan dengan baik. Para penonton bisa merasakan, betapa marahnya Jack Li ketika ia dihina tidak memiliki ibu.

Anak ini akhirnya menyadari, bahwa lingkungan yang dipilihnya hanya akan membuat neneknya khawatir. Development karakternya terasa sangat mengalir, meski alur awalnya memang sangat cepat.

Ketika kamu menonton Big Brother (2018) saya yakin banyak yang berpikir film ini hanya film remeh. Apalagi alur awalnya memang terasa mentah dan sangat cepat, bikin penonton bingung.

Namun memasuki paruh kedua, kamu akan merasakan bahwa film ini membawa pesan yang sangat penting. Bagaimana kita harus memikirkan mental dari generasi penerus, agar mereka bisa hidup dengan baik.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram