showpoiler-logo

Review dan Sinopsis Beirut, Misi Penting Mantan Diplomat AS

Ditulis oleh Yanyan Andryan
Beirut
3.2
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Dirilis pada tahun 2018 lalu, Beirut adalah sebuah film keluaran Amerika Serikat yang disutradarai oleh Brad Anderson, dan ditulis oleh Tony Gilroy. Film ini mempunyai latar belakang tahun 1980an selama masa-masa Civil War yang terjadi di Negara Lebanon.

Beirut sendiri dibintangi oleh Jon Hamm sebagai mantan diplomat AS yang kembali bertugas di Lebanon untuk menyelamatkan teman dekatnya dari sebuah kelompok penculik yang berbahaya.

Selain dirinya, ada juga Rosamund Pike yang berperan menjadi seorang petugas CIA di kedutaan besar Amerika Serikat yang ada di Beirut.

Dalam situs Rotten Tomatoes, film ini mendapatkan rating 82% dari para kritikus dengan nilai 6.7/10, dan 56% dari penilaian penonton dengan nilai 3.2/5. Beirut memulai pemutaran perdananya pada tanggal 22 Januari 2018 di Sundance Film Festival.

Untuk yang suka dengan film ber-genre political thriller, yuk simak ulasan film berjudul Beirut berikut ini!

Baca juga: Review dan Sinopsis The Interpreter, Balas Dendam di PBB

Sinopsis

Sinopsis

Pada tahun 1972, Mason Skiles bekerja sebagai diplomat Amerika Serikat di Lebanon. Ia tinggal di Kota Beirut bersama dengan istrinya, Nadia, yang merupakan penduduk asli negara tersebut.

Saat ini, keduanya tengah merawat Karim, seorang anak asal Palestina yang hidup yatim piatu. Saat mengadakan pesta di rumahnya, Skiles bertemu dengan temannya seorang agen CIA, Cal Riley, yang berniat ingin menemui Karim.

Riley pun telah mendapatkan fakta jika saudaranya Karim, Rafid Abu Raja, ikut bertanggung jawab atas aksi kejahatan di kota Munich, Jerman, hingga Madrid, Spanyol.

Secara tak terduga, pesta tersebut kemudian diserang oleh Rafid, yang dengan sigap langsung menculik Karim. Dalam baku tembak yang terjadi di pesta itu, Skiles harus kehilangan istrinya, Nadia, yang tewas terbunuh.

Satu dekade kemudian di tahun 1982, Skiles kembali ke Amerika, dan bekerja sebagai seorang arbiter. Suatu hari, rekan lama nya yang bernama Sully menemui Skiles.

Sully mengatakan padanya bahwa atas nama Pemerintah Amerika Serikat Skiles diminta untuk melanjutkan pendidikannya di Lebanon. Kesempatan penting itu tidak ia sia-siakan, dan Skiles pun kembali lagi ke Kota Beirut di Lebanon.

Sesampainya di sana, Skiles langsung menemui orang-orang penting dalam Pemerintah AS seperti Kolonel Gary Ruzak, Duta Besar Frank Whalen, dan termasuk dua agen CIA yang bernama Donald Gaines, serta Sandy Crowder.

Pada pertemuan singkat tersebut, Skiles diberitahu jika Cal Riley telah diculik, dan saat ini sedang disandera oleh kelompok penculik di Lebanon. Kelompok itu meminta Skiles berperan sebagai negosiator jika ingin Riley dibebaskan.

Beberapa waktu kemudian, Skiles dan yang lainnya bertemu dengan para penculik. Skiles pun merasa terkejut karena Karim, anak yang ia asuh sepuluh tahun lalu, kini telah menjadi pemimpin organisasi penculik tersebut.

Karim menuntut pembebasan saudaranya, Rafid, dan sebagai imbalannya ia pun akan membebaskan Riley. Tetapi, mereka tidak mengetahui keberadaan Rafid, dan Skiles mencurigai bahwa pihak Israel telah menahan Rafid.

Untuk mendapatkan kebenaran, Skiles bersama Kolonel Gary Ruzak pergi ke Israel. Akan tetapi sayangnya, pihak Israel mengungkapkan bawa mereka tidak menahan Rafid.

Skiles selanjutnya menemui Karim lagi, dan ia pun dibawa untuk untuk melihat kondisi dari Riley. Skiles kemudian diberitahu oleh Riley jika Rafid ditahan oleh Organisasi Pembebasan Palestina.

Pada pertemuan itu juga, Karim mengancam padanya jika Rafid tidak bisa dikembalikan secepatnya, maka ia bakal menjual Riley sebagai sandera dan budak ke pihak Iran.

Penuh Ketegangan Diplomasi Politik

Penuh Ketegangan Diplomasi Politik

Beirut menjadi film yang cukup istimewa karena digarap oleh seorang sutradara brilian bernama Brad Anderson, yang berhasil membuat film-film bertemakan psikologi thriller, dan horor seperti Session 9 (2001), The Machinist (2004), Transsiberian (2008), hingga The Call (2013).

Selain itu juga, Beirut tampil lebih menjanjikan karena naskahnya dibuat oleh penulis penghasil film-film blockbuster mulai dari Armageddon (1998), franchise Bourne (2002, 2004, 2007, 2012), State of Play (2009), hingga Rogue One: A Star Wars Story (2016).

Brad Anderson, dan Tony Gilroy menjadikan film ini terlihat sebagai perpaduan yang sangat apik diantara visi keduanya.

Jika dilihat dari orang-orang kreatif dibalik layar dalam film ini, Beirut nampaknya diproduksi secara berkualitas, dan tentunya ditulis dengan cerdas penuh ketegangan geopolitik timur tengah, dan Amerika Serikat.

Sepanjang 109 menit, film ini penuh dengan dialog-dialog yang tajam, dan kritis, situasi diplomasi yang menegangkan, serta juga beberapa karakter yang mempesona di setiap momennya.

Beirut rasanya sangat mampu memberikan suasana tontonan thriller politik yang memikat hati lewat alur cerita yang segar, seru, dan juga cukup jenius.

Di sisi lain, Beirut banyak menampilkan urutan adegan yang mampu memicu adrenalin bagi kita yang menontonnya seperti salah satunya ada momen pengeboman di sebuah universitas tempat Skiles menimba ilmu di Lebanon.

Di adegan lain, Skiles terlibat dalam negosiasi tegang dengan para penyandera, lalu Angkatan Udara AS menjatuhkan bom di atas langit, dan situasi berubah menjadi kacau tak terkendali.

Visual Terasa Penuh Ketakutan dan Berbahaya

Visualnya Terasa Penuh Ketakutan dan Berbahaya

Visual sinematografi yang disajikan dalam film Beirut harus benar-benar mendapatkan perhatian khusus. Karena berlatar tempat di timur tengah, khususnya di Lebanon, film ini mampu secara cermat membingkai semua kekacauan yang terjadi di negara tersebut.

Di sisi lain, pemandangan Kota Beirut pun dalam momen tertentu berhasil diperlihatkan secara indah, dan eksotis. Akan tetapi, suasana yang mencekam penuh rasa ketakutan harus diakui lebih banyak ditampilkan oleh sutradara Brad Anderson bersama dengan sinematografer film ini yang bernama Bjorn Charpentier.

Dalam Beirut, kita bakal melihat jalanan ibu kota Lebanon penuh dengan kelompok bersenjata, dan kota terlihat hancur dengan puing-puing bangunan yang berserakan.

Suasana kota digambarkan begitu penuh debu, orang-orang berkeringat, dan di setiap sudut jalan serasa menyimpan ancaman yang berbahaya. Visual yang ditampilkan tersebut menjadi salah satu daya pikat terpenting yang membuat film ini terasa menegangkan.

Dalam beberapa momen tertentu, kita bakal dikagetkan oleh suara tembakan udara dari langit-langit menuju daratan, lalu ada juga bom yang menghancurkan sebuah kelas, dimana Skiles ada di dalamnya, hingga deretan suara peluru baku tembak yang bakal menghiasi seluruh film ini.

Beirut sendiri bukanlah sebuah film bertemakan politik yang santai, dan tenang. Hampir di sebagian cerita kita bakal dihadapkan oleh berbagai macam aksi kekerasan senjata, dan ketegangan.

Semuanya disajikan tanpa henti lewat intensitas yang cukup tinggi, dan kita tidak punya banyak waktu untuk menghela nafas karena setiap ketegangan muncul dengan cara yang sangat dinamis.

Para Karakter Tampil Penuh Energi

Para Karakter Tampil Penuh Energi

Beberapa pemeran dalam Beirut tampil sangat mempesona, dan penuh energi selama film ini berjalan. Aktor Dean Norris yang berperan sebagai agen CIA bernama Donald Gaines, terlihat cukup baik dalam memainkan karakternya itu.

Lalu, Rosamund Pike berperan menjadi rekan dari Gaines, sesama agen CIA yang bernama Sandy Crowder. Pike rasanya selalu tampil meyakinkan lewat semua karakter yang ia mainkan, termasuk dalam film Beirut ini.

Sebagai Sandy Crowder, Pike menjalankan tugasnya dengan solid, dan ia juga tampil sebagai mata-mata untuk menjaga Skiles (Jon Hamm) agar tetap hidup, dan selamat dari proses negosiasi yang berbahaya.

Sementara itu, Jon Hamm sendiri sebagai Skiles berperan sangat cemerlang. Ia secara apik mampu memperlihatkan kemampuan karakter yang ia mainkan terlihat cerdas, terkadang penuh ketakutan, dan juga sangat terampil dalam melakukan diplomasi politik.

Hamm mampu memegang secara penuh atas karakternya yang ia mainkan tersebut. Setiap melihat karakternya itu tampil, kita secara tidak langsung bisa ikut untuk merasakan rasa frustasinya ketika harus dihadapkan pilihan yang penuh resiko menemukan Rafid untuk menyelamatkan nyawa temannya, Riley.

Terlepas dari para pemainnya yang tampil baik, Beirut pada akhirnya adalah sebuah film political thriller yang spektakuler, dan menakjubkan.

Film ini pun harus diakui berjalan sangat memuaskan, dan banyak permasalahan geopolitik yang bisa kita pahami antara timur tengah, dan Amerika Serikat. Beirut pun menjadi sebuah film yang sangat layak ditonton untuk bisa menemani waktu senggang kalian.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram