bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Battle of the Sexes, Perjuangan Petenis Wanita

Ditulis oleh Aditya Putra
Battle of the Sexes
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Apa yang terbayang dari hidup seorang atlet? Bisa menjalani hobi, berkompetisi dengan atlet-atlet lain serta mendapatkan bayaran yang tinggi.

Hal-hal itulah yang tampak di permukaan tapi sejatinya ada banyak cerita di balik apa yang terlihat itu. Setiap atlet bukan hanya harus berlatih meningkatkan kemampuannya tapi juga melewati konflik personal.

Seiring dengan berkembangnya jaman, atlet nggak melulu harus berjenis kelamin pria. Bahkan olahraga yang dipandang hanya untuk pria, kini sudah punya cabang sendiri untuk wanita.

Di tahun 70-an, nama Billie Jean King mencuat sebagai salah satu petenis terbaik wanita. Di film The Battle of the Sexes, perjuangannya akan diungkap. Simak dulu sinopsis dan review filmnya di sini yuk!

Sinopsis

SINOPSIS BATTLE OF THE SEXES_

Pada tahun 1970, karir Billie Jean King sebagai seorang petenis wanita semakin cemerlang. Selain King, banyak juga petenis wanita lain yang mulai berprestasi.

Turnamen-turnamen yang menyelenggarakan pertarungan antar petenis wanita pun makin banyak digelar. Sayangnya, turnamen-turnamen itu nggak diperlakukan sama baiknya dibandingkan dengan turnamen tenis pria.

King merasa bahwa petenis wanita diperlakukan nggak adil. Dia mengajak serta rekannya sesama petenis, Gladys Heldman, untuk menemui Jack Kramer, seorang pencetus turnamen tenis wanita.

Mereka berdua memprotes hadiah pemenang turnamen yang jumlahnya hanya seperdelapan dari hadiah yang diterima pria. Kecemburuan itu bukannya tanpa alasan, jumlah tiket yang dijual turnamen tenis wanita sama banyaknya dengan pria.

Argumen King dan Heldman nggak ditanggapi serius oleh Kramer. Mereka berdua mulai mengancam akan membuat rangkaian tur tenis wanita sendiri.

Kramer bergeming dengan menyatakan akan melaporkan tindakan mereka pada asosiasi tenis. Baginya, tenis wanita merupakan kompetisi inferior dan keberadaan mereka bisa saja nggak diakui oleh asosiasi bila nekat menyelenggarakan tur sendiri.

King dan Heldman harus memutar otak untuk menyelenggarakan tur khusus bagi para petenis wanita. Pasalnya, mereka memerlukan persetujuan petenis-petenis lain yang belum tentu mau. Terlebih status mereka di asosiasi bisa dicabut.

Setelah berjuang, King dan Heldman berhasil mendapatkan persetujuan tujuh petenis terbaik Amerika lain untuk melaksanakan tur khusus petenis wanita. 

Kramer yang memiliki hubungan baik dengan asosiasi petenis, melarang mereka bertanding di bawah nama asosiasi. Tur petenis wanita mengalami kesulitan ketika dimulai.

King mulai menjalin kedekatan dengan penata rambutnya, Marilyn Barnet. Padahal King sudah memiliki suami. Sementara itu, Bobby Riggs, mantan juara Wimbledon, mulai bekerja kantoran setelah karirnya di dunia tenis meredup. 

Hal itu terjadi karena Riggs gemar berjudi, sehingga merusak karirnya. Hobi itu juga yang membuat hubungannya dengan sang istri memburuk.

Riggs, yang masih gemar bermain tenis bersama rekan-rekannya, suatu waktu menantang siapa pun untuk melawannya. Dia akan memberi pemenang hadiah berupa mobil Rolls Royce miliknya. 

Riggs kalah dan membuatnya kehilangan mobil berharga mahal itu. Sang istri marah besar atas tindakan Riggs. Riggs pun diusir dari rumah.

Riggs mempunyai ide untuk menantang petenis wanita yang pamornya sedang meninggi. Dengan usia 55 tahun, dia merasa masih punya kemampuan yang cukup untuk melawan petenis wanita. Sementara itu para petenis wanita mulai mendapatkan pengakuan bahkan mendirikan Women’s Tennis Association pada tahun 1973.

Riggs menantang King yang dianggap sebagai petenis wanita terbaik. Nggak kunjung mendapat jawaban, dia menantang ranking satu petenis wanita yaitu Margaret Court.

Riggs berhasil mengalahkan Court dengan mudah. King pun merasa tertantang oleh permintaan Riggs dan setuju untuk melawannya dalam pertandingan intergender. Akankah King berhasil mengalahkan Riggs?

Mengangkat Tema Gender Equality

GENDER EQUALITY_

Dalam sedekade terakhir, gender equality menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Battle of the Sexes mengangkat isu tersebut dengan balutan cerita nyata yang terjadi pada tahun 1973.

Pertandingan antara Billie Jean King dan Bobby Riggs yang ditonton 40 juta orang seluruh Amerika, dianggap bukan sekadar permainan tenis, tapi juga pembuktian atas kesetaraan gender.

Riggs yang menganut sauvinisme, menganggap bahwa wanita nggak berada dalam posisi yang sejajar dengan pria. Dalam sebuah adegan, dia mengatakan bahwa wanita hanya perlu berada di dapur.

Bukan hanya itu, dalam kesempatan lain juga dia meremehkan kemampuan petenis-petenis wanita yang dilakukannya untuk publisitas.

Menuju third act, kita akan diperlihatkan bagaimana persiapan King maupun Riggs dalam menghadapi pertandingan.

Ketika King bekerja keras untuk berlatih, Riggs tampak lebih santai dengan beberapa kali melewati latihan begitu saja dan memilih meminum vitamin. Build-up itulah yang menjadikan pertandingan puncak menjadi terasa lebih bermakna.

Sisi Personal Petenis

SISI PERSONAL PETENIS_

Battle of the Sexes bukan hanya mencoba mengangkat gender equality ke permukaan, tapi juga isu-isu yang berhubungan dengan kehidupan personal.

Ada sebuah subplot romansa yang melibatkan King dengan penata rambutnya, Marilyn Barnett, yang diperankan oleh Andrea Riseborough. Subplot ini bukan menggeser plot secara keseluruhan tapi cukup untuk mendalami karakter King.

King, seorang wanita yang sudah menikah, menjalin hubungan cinta sesama jenis bukanlah tipikal berita yang ingin didengar oleh publik. Keberaniannya menyuarakan kesetaraan gender saja sudah cukup memantik api.

Dengan subplot ini, membuat sisi personal King terasa kompleks. King yang kaku dalam kehidupan sosial dan pemalu, tentu ingin menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya dalam panggung besar berupa pertandingan dengan Riggs.

Bukan hanya subplot romansa yang melibatkan King dan Barnett yang menunjukan sisi personal seorang petenis, ada juga kehidupan rumah tangga Riggs.

Sebagai seorang petenis yang sudah pensiun, hobinya berjudi membuat rumah tangganya berantakan. Dalam beberapa adegan, ditampilkan juga bagaimana sebenarnya dia mencoba menjadi ayah yang baik.

Penampilan Emma Stone dan Steve Carell

EMMA STONE DAN STEVE CARELL_

Emma Stone di Battle of the Sexes berperan sebagai Billie Jean King. Mengubah model rambut, menggunakan kacamata, sampai berbicara dengan aksen dilakukan Stone dengan maksimal.

Malah apabila sekilas tanpa mengamati wajahnya secara seksama, mungkin akan menyangka bukan aktor asal Scottsdale, Arizona itulah yang bermain. Dia bisa menjadi King yang kaku tapi berhasil tampil emosional.

Steve Carell tampil nggak kalah baiknya. Menggunakan wig dan jambang, sang aktor nggak membuat perubahan berarti secara fisik.

Tapi kemampuannya untuk masuk ke dalam karakter Riggs yang sombong dan seksis berhasil dilakukan dengan meyakinkan. Porsi komedi yang dia sajikan pun nggak banyak. Film ini sepertinya ingin menjadi film dengan nuansa yang cukup serius tapi ringan untuk dinikmati.

Battle of the Sexes menyuguhkan tontonan dengan tema yang cukup berat tapi dikemas dengan cara yang ringan. Secara sinematografi, film ini berhasil memberikan visualisasi tahun 70-an dengan tone, kostum, make up sampai soundtrack-nya.

Durasi selama 121 menit cukup pas untuk memberikan pendalaman karakter serta menyampaikan pesan yang relevan. Selain film ini, film bertema olahraga apa lagi yang seru guys? Tulis di kolom komentar, yuk!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram