bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Babylon, Problematika Impian Insan Hollywood

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Babylon
3.1
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Nelly dan Manny berusaha mewujudkan impian mereka untuk terjun ke industri film di Los Angeles, sementara Jack kesulitan mempertahankan kebintangannya sebagai aktor papan atas.

Sidney merasa kehilangan arah di antara menjaga harga diri dan meraih popularitas. Masalah pelik yang mereka hadapi mewarnai transisi Hollywood dari film bisu ke era modern.

Babylon adalah film drama komedi berskala epic yang menggambarkan kisah pergulatan para insan film di era transisi industri perfilman Amerika yang kelak dikenal sebagai Hollywood, antara akhir 1920-an hingga awal 1930-an.

Film arahan Damien Chazelle ini dibintangi oleh Brad Pitt, Margot Robbie, Diego Calva dan Jovan Adepo. Selain mereka, ada juga beberapa aktor dan aktris terkenal lainnya yang tampil di berbagai adegan meski dalam durasi yang singkat.

Masuk nominasi di ajang Golden Globe Awards dan Academy Awards, film ini menampilkan banyak kualitas, terutama dari sisi teknis. Simak review berikut yang akan mengulas tuntas film yang menjadi tribute bagi industri perfilman Hollywood ini.

Sinopsis

Review Babylon_sinopsis_

Los Angeles, tahun 1926. Manuel “Manny” Torres sedang berusaha keras mengantarkan seekor gajah untuk dijadikan salah satu atraksi di pesta milik pimpinan Studio Kinoscope. Dia membantu Nellie LaRoy, seorang gadis dari New Jersey yang memiliki impian menjadi seorang bintang film, masuk ke dalam pesta.

Mereka berdua menikmati kokain sebelum turun ke lantai pesta. Manny juga mengutarakan impiannya kepada Nellie untuk menjadi bagian dari industri film di Los Angeles.

Manny mengeluarkan gajah ke tengah pesta untuk mengalihkan perhatian para tamu selagi rekan-rekannya menyelundupkan keluar aktris muda yang mengalami overdosis. Nellie yang asyik berjoget di tengah keramaian, dipilih untuk menggantikan aktris tersebut di sebuah produksi film.

Di pesta itu juga hadir penyanyi kabaret keturunan Cina-Amerika bernama Lady Fay Zhu dan pemain terompet keturunan Afrika-Amerika bernama Sidney Palmer.

Di akhir pesta, Manny diminta untuk mengantar aktor terkenal Jack Conrad ke rumahnya. Sebagai rasa terima kasih, Jack mengajaknya untuk ikut dalam produksi film yang dibintanginya.

Nellie memulai syuting perdananya yang berhasil memukau semua orang yang hadir di lokasi dengan talenta akting luar biasanya. Berulang kali permintaan sutradara kepadanya berhasil dijalani dengan baik, filmnya sukses besar dan dia menjelma menjadi bintang dalam sekejap.

Manny mulai mendapat kepercayaan pihak studio, setelah berhasil membawa kamera pinjaman yang menyelamatkan jadwal syuting sebuah film perang kolosal. Dia kini menjabat asisten produser yang ikut terjun dalam memberikan ide dan proses produksinya di studio MGM.

Ditemukannya teknologi suara dalam produksi film membuat banyak pihak harus segera bisa beradaptasi. Nellie mulai khawatir dengan tersebarnya gosip bahwa suaranya buruk dan akan meredup seiring berpindahnya era film bisu ke film dengan suara yang lebih modern.

Namun, berbeda halnya dengan Manny yang melihat era baru perfilman ini sebagai sebuah peluang. Dia berhasil mengorbitkan Sidney Palmer yang awalnya hanya seorang musisi pengisi latar instrumen sebagai bintang.

Dalam sebuah pesta, Nellie yang rasa kekhawatirannya kini semakin tinggi memberontak dengan melakukan tantangan berkelahi dengan ular berbisa.

Di tengah gurun, bersama rombongan tamu pesta, Nellie nekat memegang ular derik yang malah menggigit lehernya. Semua orang panik dan berlarian ke sana-kemari, hingga Fay memotong ular itu dan menghisap bisanya dari leher Nellie.

Sementara itu, Jack berkabung dengan kematian sahabatnya, George Munn. Dia nekat bunuh diri karena sudah tidak kuat menahan besarnya tekanan di industri film. Ditambah lagi dengan kesulitannya dalam mendapatkan wanita untuk dicintai.

Los Angeles, tahun 1932. Manny kini menjadi produser eksekutif di Kinoscope setelah kesuksesannya membuat acara musik bagi Sidney di studio MGM. Tugas utamanya adalah mengembalikan performa Nellie LaRoy di era baru industri film ini, selain itu juga memperbaiki kepribadian dan sikap buruknya.

Manny juga mengajak serta Sidney pindah ke studio baru dengan dukungan fasilitas mewah. Manny merekrut Elinor St. John, seorang kolumnis gosip senior, untuk mengajari Nellie kepribadian dan sikap yang baik sebagai seorang aktris elegan.

Sementara itu, popularitas Jack semakin menurun dengan hasil buruk beberapa filmnya. Dia kini kesulitan untuk mendapatkan peran di sebuah produksi film, bahkan untuk film berbujet kecil sekalipun.

Sidney yang kini memiliki acara musik sendiri dengan kelompok orkestra yang lengkap, menghadapi permasalahan sendiri terkait sindiran bernada rasial dari para pimpinan studio. Dia bahkan rela wajahnya disemir agar tampak lebih hitam di layar. Tidak tahan lagi, Sidney memutuskan untuk keluar dari studio tersebut.

Demi menjaga citra Nellie, Manny memecat Fay yang terlihat akrab dengan Nellie dan berkembang gosip bahwa mereka adalah pasangan lesbian.

Manny dan Elinor kemudian membawa Nellie untuk menghadiri sebuah pesta kalangan atas yang membuat Nellie merasa insecure dengan berbagai sindiran kepadanya. Nellie mengakhiri pesta dengan aksi brutalnya merusak hidangan makanan di meja.

Nellie tenggelam dalam kokain dan judi hingga dia memiliki hutang dalam jumlah besar kepada seorang gangster, James McKay.

Manny berusaha mencari uang dalam jumlah besar untuk membayar hutang Nellie. Bersama The Count, seorang aktor misterius, Manny membawa tas berisi uang kepada James. Manny merasa khawatir ketika tahu uang yang mereka bawa adalah uang palsu dari properti film.

Mereka diajak oleh James ke sebuah pesta liar dengan maksud memperkenalkan seorang penampil agar bisa menjadi pemain film. Manny dan The Count berusaha menyelamatkan diri ketika James mengetahui bahwa uang yang dipegangnya adalah palsu.

Sementara itu, Jack membaca artikel tulisan Elinor yang menyatakan bahwa kariernya kini berada di penghujung. Jack, yang merupakan sahabat Elinor, menyatakan bahwa dirinya akan tetap abadi lewat film-filmnya. Setelah bertemu Fay di hotel, Jack menembak dirinya sendiri di kamarnya.

Manny menjemput Nellie untuk melarikan diri ke Meksiko. Saat di rumah The Count, anak buah James menembak semua orang yang ada di sana. Hanya Manny yang selamat dan diizinkan pergi, namun dengan syarat tidak kembali ke Los Angeles lagi.

Manny tidak mendapati Nellie di mobilnya. Kemanakah Nellie pergi? Akankah Manny dan Nellie berhasil menyatukan cinta mereka? Semua jawaban ini akan kita temukan dengan terus menonton film ini hingga usai.

Menjelang akhir film, kita juga disuguhkan sebuah tribute untuk industri perfilman Hollywood, sejak era film bisu hingga era modern.

Penggambaran Detail Keliaran Hollywood

Babylon_Penggambaran Detail Keliaran Hollywood_

Sutradara Damien Chazelle langsung tancap gas di awal film dengan penggambaran keliaran kehidupan para insan Hollywood di era akhir 1920an. Rangkaian adegan ini ditampilkan dalam ritme cepat dan dinamis dengan editing yang lincah dan suara yang hingar-bingar di keriuhan hiruk-pikuk pesta.

Keliaran pesta di film ini ditampilkan cukup vulgar. Mungkin akan banyak sensor ketika film ini tayang di bioskop. Namun dengan begitu, kesan autentik keliaran di masa itu sangat terasa, apalagi diiringi musik Jazz yang berhasil menambah keriangan pesta.

Dengan cermat, semua karakter yang akan diceritakan di dalam film ini diperkenalkan di pesta ini. Mulai dari Manny dan Nellie yang sama-sama memiliki impian untuk terjun ke industri film Hollywood, Jack sang aktor di penghujung karir, dan Sidney pemain terompet yang akan meraih kebintangan. Ada juga kolumnis Elinor dan selebritis Fay Zhu.

Kita dibuat sangat bergairah di setengah jam awal film dalam ritme enerjik dan tempo yang cepat. Namun, tempo langsung menurun ketika film mulai fokus kepada jalan ceritanya. Mungkin akan terasa jomplang seketika, namun di sinilah perhatian kita dituntut untuk mencermati kisah utamanya.

Damien Chazelle dikenal dengan kedetailannya dalam menggarap film yang sudah dibuktikannya lewat Whiplash (2014), La La Land (2016) dan First Man (2018).

Dan di film ini, imajinasinya berhasil diterjemahkan dengan sangat apik lewat desain produksi yang megah dan detail dari tangan Florencia Martin dan Anthony Carlino. Mereka masuk nominasi Oscar karenanya.

Begitu pula kombinasi adegan dengan musik gubahan Justin Hurwitz. Kolaborasi mereka tidak pernah gagal dalam mengisi jiwa ke dalam setiap adegannya dengan iringan musik yang mampu menyerap sanubari. Justin Hurwitz pun masuk nominasi Oscar di kategori Best Original Score.

Dan, yang tidak boleh dilewatkan adalah betapa meriah serta penuh warnanya desain kostum karya Mary Zophres yang dikenakan oleh para pemerannya, juga seluruh figuran di dalam film.

Kesan autentik yang diserap dari era tersebut dikombinasikan dengan gaya kontemporer modern tanpa menghilangkan nilai estetika dari era awal Hollywood tersebut. Kerja keras ini mengantarkannya masuk nominasi Oscar.

Kesan retro klasik juga terasa berkat sisi sinematografi yang kuat dengan pewarnaan yang melekatkan pandangan kita akan masa keemasan Hollywood tersebut.

Tentu saja warna sepia mendominasi banyak adegan di film ini, terutama pada adegan pesta liar penuh keglamoran. Linus Sandgren diberi penghargaan sebagai Best Cinematographer dari San Diego Film Critics Society atas kerja kerasnya ini.

Akting Memukau Para Pemerannya

Babylon_Akting Memukau Para Pemerannya_

Selain kuat di sisi teknis, Babylon juga memiliki deretan pemeran yang tampil sangat apik dalam membawakan karakter masing-masing. Kita bisa melihat talenta cemerlang dari mata dan aksi Diego Calva sebagai Manny dan Margot Robbie sebagai Nellie.

Lewat jalan masing-masing, mereka berhasil mewujudkan impiannya di industri film dan berhasil membuat kita ikut girang ketika satu demi satu kesuksesan mereka raih. Dan di saat kendala datang menantang, kita dibuat turut merasakan keresahan Nellie dan kecermatan Manny dalam menangkap peluang.

Tapi yang paling mencuri perhatian dan menjadi hati di film ini adalah karakter Jack Conrad yang dibawakan oleh Brad Pitt. Kita dibawa melihat dengan jelas keruntuhan karier aktor besar yang flamboyan, ketika film-film yang dibintanginya mendapat predikat buruk dan gagal meraih kesuksesan.

Jack bahkan sangat kesulitan untuk mendapat peran dalam produksi film di studio MGM yang menaunginya. Dia juga harus turun kasta untuk berakting di film berbujet kecil, namun Jack masih tidak beruntung ketika film ini juga dicaci-maki para kritikus.

Emosi yang dikeluarkan oleh Jack ketika menanggapi artikel yang mengkritik kariernya dari Elinor terasa sangat nyata. Kita bisa merasakan sakit hatinya yang merasa telah dikhianati oleh sahabat yang selama ini mendukung kariernya.

Meski merasa tegar, namun sanubarinya tertekan yang mengantarkannya untuk mengakhiri hidup dengan menembak dirinya sendiri.

Drama Melelahkan dengan Durasi yang Panjang

Review Babylon_Drama Melelahkan dengan Durasi yang Panjang_

Dari semua kualitas teknis dan akting yang ditampilkan di film ini, ada satu kekurangan krusial yang mempengaruhi film secara keseluruhan, yaitu naskah yang ditulis oleh Damien Chazelle sendiri. Alur ceritanya terasa klise di mana kita sudah mengetahui ke mana arah dan bagaimana akhirnya.

Kisah cinta antara Manny dan Nellie tidak terbangun dengan baik sehingga nuansa romansanya tidak terasa sama sekali. Cerita yang terjalin antara mereka tidak dirajut dengan kisah yang mengikat. Pertemuan pertama mereka memang cukup menjanjikan, namun mereka terpisah akibat kesibukan masing-masing.

Ketika bertemu kembali, tidak ada kesan cinta yang terpercik di antara mereka. Sehingga saat Nellie memutuskan untuk meninggalkan Manny, tidak ada kesedihan yang kita rasakan. Akhir film terasa datar dan kesan tragisnya terasa tidak menyedihkan.

Selain itu, kedalaman karakter mereka kurang tergali dengan baik sehingga emosi yang ditunjukkan sedikit kurang mengena karena latar belakang psikologis yang kurang jelas. Kita tidak tahu apa yang membuat Manny dan Nellie memiliki impian berdasarkan latar belakang kehidupan mereka, apakah karena faktor ekonomi atau harga diri.

Tiga karakter yang cukup penting seperti Sidney, Elinor dan Fay Zhu sama sekali tidak memiliki latar belakang. Sehingga segala hal yang terjadi pada mereka di masa transisi ini masih kurang menyentuh sanubari kita. Padahal setiap adegan yang menghadirkan mereka berpotensi untuk menebalkan konflik dan emosi di dalam jalan ceritanya.

Sebagai sebuah karya yang didedikasikan bagi industri film Hollywood, Babylon memiliki banyak kekuatan di atas sedikit kekurangannya. Kesan glamor insan film di era 1920an berhasil ditampilkan dengan baik yang didukung oleh performa akting apik para pemerannya.

Namun, dengan naskah yang kurang cermat dalam membangun dan mengolah cerita, membuat durasi film yang panjang, 3 jam 9 menit, terasa melelahkan. Ritme yang dinamis di beberapa adegan memang terasa mengasyikkan, namun ketika ritmenya mulai melambat, dramanya nyaris menghadirkan kebosanan.

Mungkin banyak yang bertanya tentang hubungan jalan cerita film ini dengan judulnya. Memang, kata Babylon tidak disebutkan sama sekali di dalam filmnya, sehingga bagi kita sebagai penonton umum kurang bisa mengerti maknanya.

Babylon sendiri adalah sebuah kota di zaman dahulu kala yang menjadi tempat banyak perbuatan dosa, kemaksiatan, dan perbuatan amoral lainnya tanpa batas. Referensi kota kuno ini bisa ditemukan di Al-Qur’an atau Alkitab dengan penggambaran serupa.

Dengan pesta pora yang ditampilkan beberapa kali di film ini, serta kehidupan para insan film yang jauh dari norma dan nilai moralitas di masyarakat umum Amerika Serikat pada masa itu, menjadi hal yang paling mendekatkan dengan yang pernah terjadi di kota Babylon pada masanya.

Babylon adalah salah satu film yang pantas kita tonton dan apresiasi lebih, terutama dari sisi teknis dan aktingnya. Kita pasti akan dibuat kagum dengan semua kedetailan yang ditampilkan di dalam film ini dengan berbagai sentilan humor di banyak adegan yang tampil seimbang, meski beberapa diantaranya sedikit menjijikkan.

Masuk sebagai nominator di tiga kategori Academy Awards, yaitu Best Costume Design, Best Original Score yang sudah menang di Golden Globe Awards, dan Best Production Design, sudah cukup menggambarkan kualitas film ini. Jadi, tidak ada alasan lagi untuk tidak menyaksikan film ini. Jangan sampai dilewatkan, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram