bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Romantis A Rainy Day in New York

Ditulis oleh Aditya Putra
A Rainy Day in New York
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

New York merupakan salah satu kota paling terkenal di dunia. Patung Liberty, Gedung World Trade Center, Wall Street sampai Broadway merupakan beberapa tempat ikonik yang berada di kota tersebut. Nggak mengherankan kalau banyak orang mendamba-dambakan untuk bisa pergi ke kota multikultural yang terletak di timur Amerika Serikat itu.

Saking terkenalnya New York, banyak film yang menjadikan kota tersebut sebagai salah satu latar yang mendukung cerita. Salah satunya adalah A Rainy Day in New York yang menceritakan tentang sepasang kekasih yang datang untuk tujuan berbeda. Seperti apa lengkapnya? Yuk kita bahas di sinopsis dan review berikut.

Sinopsis

Kisah ini berawal dari Gatsby yang menemani Ashleigh mengerjakan tugas wawancara untuk koran kampus. Ashleigh boleh bergembira karena ternyata sang sutradara ternama, Rolland Pollard bersedia meluangkan waktu untuknya.

Pasangan itu berangkat ke New York bersama. Ashleigh cukup antusias menyambut New York, berbeda dengan Gatsby yang menjadikan New York sebagai masa lalu.

Mereka berpisah ketika Ashleigh menjalankan tugasnya untuk mewawancara Pollard. Wawancara yang seharusnya berlangsung selama satu jam itu harus melebihi jadwal karena Pollard terkesan dengan pengetahuan Ashleigh. Pollard pun mengajak Ashleigh untuk menonton filmnya yang akan dirilis secara pribadi.

Merasa terhormat, Ashleigh mengiyakan ajakan itu, dari sinilah Asleigh berkenalan dengan orang-orang di sekeliling Pollard. Dia berkenalan dengan Ted, penulis naskah, dan Vega, seorang aktor. Sejenak, Ashleigh terbawa suasana dan melupakan Gatsby. Bahkan, Asleigh rela memundurkan jadwal kencannya bersama Gatsby.

Merasa sendirian, Gatsby berjalan kaki keliling kota New York. Dia bertemu dengan teman-teman lamanya. Salah satu pertemuan itu, membawa Gatsby bertemu kembali dengan Chan Tyrell, adik dari mantan pacarnya. Sementara Ashleigh nggak kunjung memberi kepastian, Gatsby terdampar bersama Chan ditemani hujan yang mengguyur New York.

Ashleigh semakin tertahan oleh Pollard yang sedang mengalami masalah dengan kreativitasnya. Hal itu diperparah dengan Pollard yang merasa kinerja Ted nggak begitu bagus. Merasa terabaikan, Gatsby menemani Chan ke rumah orang tua Chan. Pertemuan tanpa rencana itu ternyata diam-diam menjadi menyenangkan sampai keduanya betah untuk berlama-lama bersama.

Pollard tiba-tiba menghilang, Ashley bersama Ted pun berusaha mencarinya. Dalam pencarian, mereka berdua menemukan bahwa istri dari Ted sedang selingkuh. Ketika Ted menghampiri istrinya, Ashleigh masuk ke sebuah studio dan bertemu dengan Vega. Vega mengundang Ashleigh untuk makan malam dengannya.

Gatsby melihat berita di televisi. Berita itu bilang kalau Ashleigh adalah wanita yang dikabarkan sedang dekat dengan Vega. Bagaimana nasib hubungan Gatsby dan Ashleigh? Apakah New York akan menjadi romantis untuk mereka? Atau mungkin New York menjadi romantis dengan orang yang berbeda?

Kental dengan Nuansa Retro

A Rainy Day in New York secara sinematografi memberi warna-warna menyenangkan dalam adegan-adegannya. Warna cerah diikuti dengan pengambilan lokasi yang terang semakin menguatkan asumsi bahwa film ini ditujukan untuk pasangan muda yang sedang dimabuk cinta. Selain itu, unsur New York yang indah serta hujan dijadikan pelengkapnya.

Elemen yang mencolok dari film ini adalah nuansa retronya yang kental. Nuansa retro itu hadir melalui bangunan-bangunan yang menjadi latar cerita dan musik pengiring yang bernuansa klasik. Hal itu juga yang dijadikan sorotan.

Pasalnya, sosok Gatsby yang masih berusia belasan tahun dianggap terlalu ajaib untuk menjadi seorang penikmat musik jazz. Walau digambarkan sebagai sosok eksentrik, tapi dia terlampau jauh dari dunia remaja masa kini.

Dari segi pendalaman karakter, sosok Gatsby dan Ashleigh cukup diberi porsi yang tepat. Keduanya digambarkan sebagai sepasang kekasih yang nyentrik. Begitu juga dengan Pollard yang ternyata menyimpan sisi rapuh dan nggak percaya diri pada karyanya. Karakter-karakter pendukung lain cukup mendapat pendalaman dalam memberi subplot.

Durasi 92 menit jadi terasa cepat karena cerita berjalan dengan tempo yang relatif cepat. Kalau kamu menyukai New York, film ini akan sangat memanjakan mata. Ditambah, cerita yang cukup ringan enggak akan bikin kita yang menonton sibuk berpikir. Kita cuma akan fokus mengikuti alur cerita yang disajikan.

Sorotan dari Para Kritikus

Satu hal yang jadi sorotan dari film ini adalah, banyak penonton yang merasa film ini agak ketinggalan jaman. Film ini nggak menceritakan masa lalu, tetapi masa kini yang seharusnya kental akan nuansa kekinian.

Hal-hal yang ditampilkan di film ini terasa terlalu jadul untuk sebuah roman di era kekinian. Penggunaan teknologi seperti gawai dan media sosial sangat minim di film ini.

Seperti yang sudah disebutkan, sosok Gatsby terasa terlalu jauh dari sosok pemuda kekinian. Kritik seperti itu datang dari penonton muda. Banyak penonton muda yang gagal menangkap romantisme dari film ini. Nggak salah, memang benar adanya, sosok Gatsby dan Ashleigh memang terlalu jauh kalau kita membandingkannya dengan realitas kehidupan masa kini.

Di sisi lain, penonton dewasa lebih mudah menikmati romantisme yang diciptakan oleh Woody Allen. Dia seperti sengaja meminimalisir unsur-unsur modernisasi dalam alur cerita. Seolah, dia ingin menarik romantisme di masa lalu ke masa kini melalui karakter nyentrik seperti Gatsby. Cuma ada dua kemungkinan mutlak; antara suka banget atau nggak suka sama sekali.

Penampilan Timothee Chalamet dan Elle Fanning

Timothee Chalamet bisa memerankan karakter Gatsby dengan baik. Karakter Gatsby yang agak kaku dan digambarkan punya selera unik berhasil dihidupkan dengan baik oleh Chalamet.

Pun dengan Elle Fanning yang  berhasil memerankan karakter Ashleigh yang enerjik, pintar dan menarik. Perpaduan dua karakter yang diperankan kedua aktor pun berhasil menjadikan mereka pasangan yang unik.

Satu cela dari Gatsby dan Ashleigh di film ini adalah dari segi cerita, mereka nggak terasa seperti sepasang kekasih. Nyaris nggak ada adegan dengan chemistry yang menunjukan bahwa mereka berpacaran. Yang ada malah terlihat sebagai dua orang sahabat yang saling mendukung satu sama lain. Barangkali karena karakter keduanya sama-sama nggak umum.

Kalau kamu berharap melihat ke-uwu-an khas pasangan kekasih yang kekinian, mungkin kamu akan kecewa. Tapi, kalau kamu ingin mencoba memahami romantisme yang disajikan Woody Allen, rasanya film ini sangat layak untuk jadi tontonan akhir pekan. Dari sekian banyak film roman tentang pasangan yang beranjak dewasa, film ini salah satu yang cukup segar dan berbeda.

Keunggulan film ini terletak pada kepintaran Woody Allen dalam menampilkan New York ketika hujan. Setiap tempat yang diambil terasa begitu serasi dengan alur ceritanya. Lupakan dulu New York yang gemerlap, cobalah melihat New York dari sisi yang lain di film ini. Apakah kamu suka film Woody Allen yang satu ini? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar, yuk!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram