bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi

Ditulis oleh Aditya Putra
13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Menjadi anggota militer berarti harus sudah siap untuk ditugaskan melewati rintangan seberat apa pun demi mengabdi pada negara. Bisa tiba-tiba dipindahtugaskan ke wilayah yang jauh dalam waktu berdekatan atau tugas-tugas berat lainnya. Bahkan tugas-tugas itu punya resiko besar seperti mengalami cedera parah, hilang ketika bertugas, sampai kehilangan nyawa.

Para anggota militer harus patuh pada perintah, mereka nggak bisa memilih ditugaskan di mana. Di film 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi, sekelompok anggota militer ditugaskan untuk menyelamatkan duta besar dan aset Amerika di Libya. Padahal Libya sedang berada dalam kondisi darurat. Sinopsis dan review filmnya bisa kamu simak di sini, teman-teman!

Sinopsis

Pemimpin Libya yang sudah memerintah selama 42 tahun, Muammar Khadafi dilengserkan pada tahun 2012. Dia dilengserkan oleh oposisi dengan bantuan sekutu barat. Alhasil, Libya menjadi negara paling berbahaya di dunia. Milisi oposisi menduduki wilayah-wilayah lokal dengan berbekal senjata rampasan dari sekutu barat dan pemerintahan Khadafi.

Status Libya yang berada dalam kondisi darurat membuat banyak negara menarik para dutanya termasuk Amerika. Hanya saja, negara itu masih mengoperasikan bangunan milik CIA bernama The Annex. Bangunan itu digunakan untuk mengawasi dan mengontrol senjata di negara tersebut supaya nggak dikuasai pihak yang salah.

The Annex memiliki pengamanan ketat dari perusahaan swasta Amerika, Global Response Staff (GRS). Tyrone “Rone” Woods, anggota GRS, mengajak rekannya Jack Silva untuk datang ke Benghazi. Rone memperkenalkan Silva pada lima anggota lain yaitu Mark “Oz” Geist, John “Tig” Tiegen, Kris “Tanto” Paronto, dan Dave “Boon” Benton. Sebagai tentara bayaran, mereka diperkenalkan dengan aturan-aturan yang harus mereka patuhi dan laksanakan dari petinggi CIA.

Duta Besar Amerika akan datang ke Benghazi. Pasukan GPS mendatangi Konsulat untuk melaksanakan penjagaan. Mereka menganalisis lokasi serta risiko yang akan dihadapi. Mereka mendapat bantuan dari tentara lokal bernama 17-Feb Brigade. Kedatangan Duta Besar itu dengan maksud untuk menjaga hubungan diplomatik serta menyelesaikan kekacauan yang ada.

Pada tanggal peringatan 11 tahun kejadian 11/9, Chris Stevens, Duta Besar Amerika mencurigai bahwa ada sekelompok orang yang memfoto Gedung Kedutaan. Pada malam harinya, kelompok bernama Ansar al-Sharia menyerang The Annex. Tentara 17-Feb berhasil mereka lumpuhkan dan mereka bergerak masuk Gedung Kedutaan.

Stevens bersama Smith, ahli IT CIA, berhasil diamankan oleh pengawal kedutaan, Wickland, ke sebuah ruangan yang aman. Kesulitan menembus ruangan itu, anggota Ansar al-Sharia meledakkan bangunan dengan harapan Stevens dan yang lainnya akan tewas. Wickland berhasil meloloskan diri tapi gagal menyelamatkan Stevens dan Smith.

Tim GRS bersikeras ingin mendatangi Kedutaan tapi dilarang oleh Pimpinan CIA karena khawatir The Annex justru yang akan menjadi sasaran. Tim kemudian ditugaskan untuk mencari Stevens tapi hanya menemukan mayat Smith. Tim harus berhadapan dengan tentara Ansar al-Sharia. Tentara Ansar al-Sharia berhasil memukul mundur Tim GRS yang bergerak menuju The Annex.

Merasa keadaan semakin genting, staf CIA mencari bantuan lewat telpon ke Tripoli. Hanya saja, tim GRS yang ada tinggal Glen “Bub” Doherty. Bub langsung membentuk tim lalu terbang ke Benghazi. Tim GRS berusaha melawan milisi yang mencoba masuk ke dalam The Annex. Setelah menghadapi kesulitan, The Annex mendapat pesan bahwa bantuan yang lebih besar akan datang.

Tim GRS dari Tripoli datang ke Benghazi dan mempersiapkan keberangkatan Tim GRS Benghazi, CIA dan petugas keamanan Kedutaan untuk meninggalkan Benghazi. Sebelum sampai di bandara, mereka diserang oleh sekelompok orang. Serangan itu mengakibatkan lengan Geist terluka parah, Woods dan Doherty tewas. Dengan sisa pasukan yang ada, bisakah mereka selamat?

Atmosfir Benghazi yang Kelam

Film 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi langsung menampilkan visualisasi yang kelam. Benghazi ditampilkan porak-poranda dengan banyaknya bangunan yang sudah rusak. Anak-anak maupun orang dewasa berkeliaran membawa senjata api. Dari awal kita akan langsung dibawa merasakan ketegangan ketika mobil Rone dan Da Silva terjebak di jalan yang diblokade para milisi.

Untuk adegan perang, film ini berhasil menangkap betapa mengerikannya atmosfir di lokasi pertempuran. Bagaimana tim GRS harus bergantian berjaga selama 24 jam penuh, memperhatikan gerak-gerik orang di sekitar sampai benar-benar berhadapan langsung dengan para milisi. Tembak-menembak sampai ledakan menjadi keharusan untuk masing-masing kelompok mencapai tujuannya.

Baca juga: Inilah Kumpulan Film Perang Terbaik Sepanjang Masa

Para Tentara yang Humanis

Di film 13 Hours, kita akan terus digempur dengan berbagai ketegangan yang memperlihatkan upaya Tim GRS menyelamatkan diri. Tapi film ini tetap menampilkan adegan-adegan pendukung yang memperlihatkan latar belakang anggota Tim GRS. Semua anggota GRS sudah berkeluarga, ketika mempunyai waktu kosong, mereka akan menghubungi keluarga mereka.

Rone selalu membawa foto anak laki-lakinya yang masih bayi. Boon suka membaca di waktu senggang. Sementara itu Da Silva punya latar belakang paling mendalam. Istrinya sedang mengandung anak keempat, ada adegan ketika dia berdebat dengan sang istri karena sama-sama khawatir memikirkan biaya untuk masa depan anak-anak mereka.

Anggota Tim GRS yang gagah mempertahankan The Annex diperlihatkan sisi humanisnya. Walau terlihat sederhana, tapi cukup memberi kesan betapa besar resiko yang dipertaruhkan oleh mereka berada di Benghazi. Interaksi mereka juga cukup memperlihatkan mereka punya kedekatan sehingga mereka begitu berusaha menyelamatkan satu sama lain.

Bersikap Netral

Cerita film 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi berasal dari buku karangan Mitchell Zuckoff yang berjudul 13 Hours: The Insident Account of What Really Happened in Benghazi. Bukunya sendiri berdasarkan pada kisah nyata di tahun 2012 ketika Khadafi dilengserkan. Libya menjadi lahan perebutan kekuasaan antar milisi termasuk di Benghazi.

Tim GRS diserang oleh kelompok militan Ansar al-Sharia yang merupakan Muslim. Tapi film ini mencoba bersikap netral dengan memperlihatkan komunitas Muslim berbeda dari kelompok tersebut lewat beberapa adegan. Di antaranya ada ketika tim GRS sedang berjaga sampai subuh, warga Muslim sekitar melaksanakan ibadah salat subuh. Ada juga Muslim yang ramah menyapa serta menonton tayangan sepak bola walau di sekitar ada baku tembak.

Film 13 Hours seperti ingin menampilkan bagaimana peperangan dan perebutan kekuasaan hanya akan membawa kerugian. Nyawa melayang begitu saja ditampilkan dengan adegan menyentuh. Salah satunya adalah pada adegan seorang istri yang menangisi suaminya yang merupakan anggota milisi harus tewas karena terkena ledakan.

Film 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi berhasil mengemas sebuah sajian seru dari plot sederhana. Hampir sepanjang film, kita akan dibawa ikut merasakan ketegangan upaya Tim GRS untuk menyelamatkan diri. Tempo cepat yang dipilih pun terasa tepat dengan intensitas yang terbagi rata.

Cukup menegangkan buat kamu? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar, yuk!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram