bacaterus web banner retina

6 Perbedaan Miracle in Cell No. 7 Indonesia dan Korea Selatan

Ditulis oleh Suci Maharani R

Akhirnya tayang perdana pada 8 September 2022, Miracle in Cell No. 7 (2022) ternyata berhasil mengambil perhatian banyak orang. Salah satu alasannya, mereka ingin tahu apakah proyek remake yang dilakukan oleh Falcon Pictures ini berhasil atau tidak?

Tak hanya itu, banyak orang yang penasaran, apakah versi Indonesianya benar-benar menjiplak kisah dari film buatan sutradara Lee Hwan Kyung?

Bagi kamu yang sudah sangat penasaran, sebenarnya ada beberapa perbedaan mendasar dari Miracle in Cell No. 7 (2022) Indonesia dengan versi originalnya.

Salah satunya mengenai latar belakang antara Dodo Rozak dan Lee Young Go, hingga bagaimana cara korban terbunuh. Perbedaan dari kedua film ini, menjadi salah satu keunikan dan kekuatan dari masing-masing versi lho.

Bagi kamu yang penasaran dengan perbedaan dari Miracle in Cell No. 7 (2022) versi Indonesia dan Korea Selatan. Sepertinya kamu wajib banget untuk membaca artikel di bawah ini. Karena, kali ini Bacaterus akan membahas apa saja perbedaan dari kedua film tersebut.

1. Latar Belakang Dodo Rozak

Latar Belakang Dodo Rozak

Perbedaan antara Miracle in Cell No.7 (2022) Indonesia dan Korea Selatan pertama yang akan kita bahas adalah soal latar belakang Dodo Rozak dan Lee Young Go. Dalam film garapan Hanung Bramantyo, Dodo Rozak dikisahkan sebagai seorang penjual balon helium.

Ia menjajakan dagangannya di beberapa sekolah hingga beberapa perumahan besar. Sementara dalam film garapan sutradara Lee Hwan Kyung, karakter Lee Young Go memiliki pekerjaan yang berbeda.

Dalam film ini, Lee Young Go dikisahkan bekerja di sebuah pusat perbelanjaan besar sebagai seorang juru parkir. Meski profesi keduanya sangat berbeda, tapi kedua karakter ini masih dikisahkan sebagai sosok yang memiliki keterbatasan kecerdasan.

2. Melati Putri dari Politikus Berkuasa

Melati Putri dari Politikus Berkuasa

Tak hanya latar belakang Dodo Rozak dan Lee Young Go saja yang berbeda. Latar belakang dari ayah korban pun memiliki pekerjaan yang sangat berbeda.

Dalam Miracle in Cell No. 7 (2013) versi Korea, ayah Ji Yeong dikisahkan sebagai seorang Komisaris Kepolisian. Bahkan kasus putrinya ini, sampai membuat menteri meminta pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini dalam satu minggu.

Sementara untuk orang tua Melati Wibisono, gadis ini dikisahkan sebagai putri dari seorang politikus berkuasa di Indonesia. Willy Wibisono diketahui sebagai seorang politikus dari partai ternama dan kuat.

Tak hanya itu, Willy Wibisono juga akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ia menjadikan kasus putrinya untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat.

Namun hal yang sama dari kedua karakter ini, mereka menggunakan kekuasaan untuk melakukan apapun yang diinginkannya.

Bahkan meski tahu bahwa kasus kematian anak mereka terjadi karena kecelakaan, keduanya seperti menutup mata. Rasa kehilangan yang terlalu besar, malah membutakan mata dan hati mereka, lalu melampiaskan amarahnya pada orang yang tidak bersalah.

3. Alur Tewasnya Melati

Alur Tewasnya Melati

Tentu saja hal yang paling mencolok dalam film ini adalah bagaimana korban meninggal dunia. Dalam film Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia, Melati diperkosa dan dibunuh di halaman belakang rumahnya.

Kenyataannya, Melati tewas karena tersandung tali, kepalanya terbentur meja dan tubuhnya terjatuh ke kolam renang. Dodo berniat membantu gadis itu, tapi malah dituduh sebagai pembunuh. Sedangkan dalam versi Korea, Ji Young tewas karena tergelincir dan kepalanya tidak sengaja terhantam batu.

Saat itu Korea Selatan sedang memasuki musim dingin, menurut pengakuan para napi hari itu cuaca sampai 18 derata selsius. Lalu Lee Young Go berusaha memberikan CPR, tapi ia malah dituduh melakukan pelecehan seksual pada Ji Young.  

4. Adaptasi Hukum yang Berlaku di Indonesia

Adaptasi Hukum yang Berlaku di Indonesia

Dalam hal satu ini, memang benar bahwa sisi hukum yang disampaikan dalam kedua film sangat berbeda. Dalam versi Korea, sutradara Lee Hwan Kyung memberikan detail-detail mengenai hukuman apa dan KUHP apa yang dijatuhi untuk Lee Young Go.

Ia juga menuturkan dengan jelas, bahwa instansi apa saja yang terlibat dalam kasus ini. Sementara untuk versi Indonesia, Hanung Bramantyo tidak menjelaskan secara detail sisi hukum ini. Alasannya, karena sang sutradara tidak ingin menyinggung instansi atau pribadi seseorang.

Tujuannya selain karena ia menghormati mereka, sepertinya Hanung Bramantyo juga tidak ingin membahayakan film buatannya karena dicekal oleh beberapa pihak.

Makanya tidak aneh kalau banyak orang yang merasa kurang sreg dengan sisi hukum dalam film Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia.

Karena hukum yang ditampilkan dalam film ini terasa sangat bias, karena semua yang ada dalam film ini hanyalah fiktif belaka. Hal ini sebenarnya cukup disayangkan, tapi bisa dimengerti juga oleh banyak orang.

5. Perbedaan Karakter Napi di Sel 7

Perbedaan Karakter Napi di Sel 7

Perbedaan selanjutnya yang akan kita bahas adalah soal karakter dari lima napi di sel nomor tujuh. Kalau soal karakter para napi, memang terlihat cukup mencolok.

Pasalnya, karakter para napi yang ada di Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia terasa lebih kocak. Sementara untuk napi versi Korea, setiap karakter masih memiliki vibes yang cocok dengan profesi masing-masing.

Contohnya untuk karakter Asrul yang jadi pengganti sosok Pak Tua Seo, mereka sama-sama memiliki hobi membaca buku. Bedanya, tokoh Asrul diperlihatkan sebagai sosok anak muda dan lebih modern.

Anak ini mungkin masuk penjara karena penipuan atau pembobolan data. Pasalnya, Asrul sendiri diperlihatkan sebagai seorang hacker yang kemampuannya tidak bisa dianggap remeh.

Lalu berbedaan Bos Japra dengan So Yang Ho, keduanya memiliki vibes yang sangat berbeda. So Yang Ho masih terlihat seperti mafia berdarah dingin, terutama dalam scene kerusuhan di lapangan.

Sementara Bos Japra, karakternya justru terlihat lebih jenaka dan lebih dewasa dari yang lainnya. Sisi mafia dalam dirinya kurang ditonjolkan, hal ini terlihat dari scene kerusuhan di ruang makan.

6. Lebih Mengandalkan Komedi Slapstick

Lebih Mengandalkan Komedi Slapstick

Hal lainnya yang menjadi pembeda antara Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia dan Korea Selatan adalah sense komedinya. Tidak bisa dipungkiri, kedua film tersebut memang memiliki unsur komedi yang sama-sama kuat.

Bedanya, untuk versi Indonesia film garapan Hanung Bramantyo ini memilih untuk memakai komedi slapstick. Kelima napi kerap hal-hal konyol seperti tamparan, memukul atau melakukan adegan kekerasan lainnya. Tak hanya itu, mereka juga kerap mengeluarkan berbagai lelucon ringan yang terasa lokal banget.

Salah satu sasaran yang sering kena diss dari para napi adalah Bos Japra, karena pria ini tidak bisa membaca tulis dan galak.

Sementara untuk versi Korea Selatan, sepertinya mereka hanya menambahkan sedikit dark jokes. Mereka saling menghina karakter masing-masing dan menjadikan hal ini sebagai salah satu hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-harinya.

Inilah beberapa perbedaan dari Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia dengan versi Korea Selatan. Meski memiliki alur hingga karakter yang berbeda, nyatanya semua ini tidak mengganggu premis dan pesan yang ingin disampaikan dari filmnya.

Tak hanya itu, berbagai perbedaan ini malah bikin Miracle in Cell No.7 (2022) versi Indonesia terasa lebih lokal dan mudah menyentuh hati para penonton.

Kategori:
cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram