bacaterus web banner retina

Review & Sinopsis Jojo Rabbit (2019), Sebuah Komedi Satir

Ditulis oleh Aditya Putra
Jojo Rabbit
4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Sepanjang sejarah dunia, telah terjadi dua kali perang yang melibatkan hampir semua negara. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama perang dunia pertama dan kedua. Banyaknya bukti dan penemuan tentang perang dunia kedua, menjadikannya sebagai salah satu tema yang diangkat di banyak film.

Jojo Rabbit

Walau terdengar biasa, tapi secara komersil masih banyak yang menyukainya. Apalagi banyak yang mengambil sudut pandang atau unsur baru yang membuat film tetap menarik. Salah satu film yang mengangkat cerita dari perang dunia kedua adalah Jojo Rabbit. Mengambil cerita di Jerman, pastinya yang diangkat adalah tentang Nazi.

Keunikannya terletak pada cara mengemas film ini yang berbeda dengan film lain, pun dengan sudut pandangnya. Untuk ukuran film komedi, film ini merupakan salah satu yang paling berani dan segar dalam mengangkat tema yang nggak baru lagi. Seperti apa cerita dan komedi yang disajikan di dalam Jojo Rabbit? Simak ulasannya berikut ini ya.

Baca juga: 10 Film Drama, Komedi, Sampai Parodi yang Bertema Nazi

Sinopsis

Sinopsis Jojo Rabbit

Pada masa akhir perang dunia kedua, seorang bocah berusia 10 tahun bernama Johannes “Jojo” Betzler bergabung dengan satuan calon tentara Nazi. Sebagai seorang anak, Jojo merupakan anak yang polos hanya saja dia terdoktrin oleh paham-paham Nazi. Dalam menjalani hari-harinya, dia ditemani oleh sosok Adolf Hitler.

Bukan, bukan Hitler beneran melainkan teman imajinernya yang diwujudkan sebagai pemimpin Nazi tersebut. Jojo ikut ke kamp pelatihan calon tentara Nazi di bawah asuhan Kapten Klezendorf. Di hari pertama, dia langsung diuji dengan tantangan yang berat, membunuh seekor kelinci.

Dia nggak tega melakukannya dan membuatnya diledek oleh teman-temannya. Alhasil, dia diberi julukan karena tindakannya yaitu Jojo Rabbit. Merasa dipermalukan, Jojo dengan bantuan semangat dari Hitler, nggak putus asa. Dia mendapatkan nyali lagi dan melempar sebuah granat tanpa pengawasan pelatih.

Granat itu meledak di kakinya dan membuatnya terluka. Sang ibu, Rosie pun datang dan meminta pada Klezendorf agar sang anak nggak dikeluarkan dan tetap diikutsertakan di dalam kamp latihan walau harus melakukan tugas-tugas sepele.

Suatu hari ketika sendirian di rumah, Jojo menemukan Elsa bersembunyi di lantai atas rumahnya. Elsa merupakan seorang gadis belasan tahun keturunan Yahudi. Jojo langsung bertindak agresif dengan menanyai Elsa karena dalam doktrin Nazi, Yahudi digambarkan sebagai sosok yang buruk.

Semua upaya Jojo dimentahkan Elsa dengan baik walau Elsa tetap menyembunyikan dirinya seorang Yahudi. Jojo dan Elsa kemudian berbicara dan sebuah fakta terungkap bahwa Elsa disembunyikan oleh Rosie. Kalau Rosie sampai ketahuan menyembunyikan seorang keturunan Yahudi, maka dia akan dieksekusi.

Elsa memberi tahu kalau dia sudah punya tunangan. Jojo iseng dengan membuat surat palsu dari Nathan, tunangan Elsa. Surat itu menyatakan dia sudah punya kekasih baru yang membuat Elsa patah hati. Jojo pun merasa bersalah.

Jojo melampiaskan amarahnya pada Rosie. Dia menuduh sang ibu nggak mempunyai patriotisme karena malah menyembunyikan gadis Yahudi, bertentangan dengan ajaran Nazi. Sang ibu menjelaskan bahwa dia menentang segala bentuk opresi yang dilakukan Nazi dan memilih percaya pada kebaikan.

Ketika Rosie nggak ada di rumah, Jojo dan Elsa didatangi oleh seorang Gestapo, tentara Nazi yang menyamar. Deertz, sang Gestapo menyamar sebagai seorang pendeta dan mulai berhenti untuk memeriksa satu rumah ke rumah lain. Ketika sampai di rumah Jojo, Elsa berpura-pura menjadi Inge, kakak dari Jojo.

Elsa ketakutan walau Gestapo sudah pergi dan mengatakan bahwa Nazi nggak senaif itu untuk ditipu. Jojo keluar rumah dan menemukan ibunya digantung di area publik. Merasa marah, dia pulang mendatangi Elsa dan mencoba menusuknya. Tapi, dia malah mengurungkan niatnya dan menangis.

Apakah dia akan tetap setia pada doktrin Nazi walau ibunya dihabisi oleh pihak yang dia dewakan? Ataukah dia akan berbalik melawan? Film ini menjadi menarik untuk ditonton karena memadukan dua unsur, komedi dan sejarah.

Taiki Waititi Mencuri Perhatian

Taiki Waititi Mencuri Perhatian

Di film Jojo Rabbit, Taiki Waikiki berperan sebagai sutradara sekaligus pemain. Sebagai seorang sutradara, rasanya dia berhasil menciptakan sebuah film yang bisa dinikmati tanpa perlu banyak berpikir. Ditambah dengan banyaknya unsur komedi yang disisipkan membuat kita bisa tertawa menyaksikan film buatannya.

Sebagai aktor, Waikiki memerankan Hitler, teman imajiner dari Jojo. Jangan harap bisa melihat sosok Hitler yang tegas, dingin, dan menakutkan. Hitler di sini konyol dan petakilan.

Namanya juga teman imajiner anak berusia 10 tahun, jadi kelakuan yang muncul pun selayaknya bocah. Tapi, pemahamannya tetap mengerikan karena yang sudah melekat di kepala Jojo.

Debut Meyakinkan Roman Griffin Davis

Debut Meyakinkan Roman Griffin Davis

Berakting sebagai Jojo bukanlah hal yang mudah. Di satu sisi dia harus bisa menjadi anak yang polos. Di sisi lain dia adalah anak yang bisa menjadi monster dengan banyaknya doktrin kebencian yang sudah melekat di pikirannya. Roman Griffin Davis yang berperan sebagai Jojo berhasil masuk ke dalam karakter dengan nyaris sempurna.

Nama Davis bukanlah nama dengan reputasi yang besar. Selain karena usianya yang terbilang masih sangat muda, dia juga nggak punya pengalaman bermain dalam film sama sekali.

Perannya sebagai Jojo langsung mendapat perhatian. Nggak heran kalau dia diganjar beberapa penghargaan dalam beberapa ajang film.

Meledek Nazi dan Hitler Habis-Habisan

Meledek Nazi dan Hitler Habis-Habisan

Nggak perlu waktu lama untuk langsung tergelitik oleh Jojo Rabbit. Di awal film, kita akan diberi suguhan musik dengan lagu I Want to Hold Your Hand-nya The Beatles.

Hanya saja, liriknya diganti dengan bahasa Jerman semua. Waikiki seakan-akan ingin menjadikan Hitler dengan Nazi-nya sebagai pop culture yang begitu inspiratif.

Semakin film berjalan, doktrinasi Nazi dan Hitler semakin diledek. Dimulai dengan cara menyebut Heil Hitler, sampai ketika kata-kata itu terucap harus diikuti oleh para tentara yang lain.

Apalagi kalau melihat sosok Hitler yang ditampilkan hampir di seluruh film adalah Hitler teman imajiner Jojo seperti ingin memperlihatkan Hitler dengan kemampuan intelektual bocah 10 tahun.

Menjadikan Satir sebagai Alat Kritik

Menjadikan Satir sebagai Alat Kritik

Bukan hal yang susah untuk melihat Jojo Rabbit sebagai film komedi. Doktrin Nazi yang ditunjukkan pun kurang lebih akurat. Sudut pandang yang diambil pun menarik.

Sudut pandang anak kecil polos yang didoktrin dengan kebencian terhadap kaum tertentu. Sebuah terobosan dalam film yang mengambil tema tentang perang dunia kedua.

Jojo merupakan senjata utama di film Jojo Rabbit. Seorang bocah yang merasa patriot dengan idealismenya ternyata harus membuatnya berpikir ulang tentang idealismenya kala dihadapkan dengan perang dan situasi yang berlawanan dengan nuraninya. Terlebih ketika tahu ibunya yang berniat baik justru dihabisi oleh Nazi yang selama ini dielu-elukannya.

Jojo Rabbit menyampaikan pesan cinta terhadap sesama dengan satir yang sangat ringan. Kita akan disuguhi doktrin Nazi sekaligus bagaimana doktrin itu terasa dipaksakan untuk dipercayai. Film ini nggak cuma menghibur tapi juga bisa membuat kita menghargai perbedaan. Setelah nonton, bagikan pendapatmu di kolom komentar yuk, teman-teman!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram