showpoiler-logo

6 Fakta Menarik tentang Film All Quiet on the Western Front

Ditulis oleh Dhany Wahyudi

All Quiet on the Western Front telah menjadi mutiara kemilau di dunia literasi juga dunia sinema. Novelnya terjual laris dan diakui sebagai salah satu novel terbaik yang pernah ditulis.

Begitu juga adaptasi filmnya di tahun 1930 yang meraih dua Oscar dan termasuk salah satu film terbaik yang pernah diproduksi.

Dan kini, Netflix merilis adaptasi film terbaru produksi Jerman yang menekankan kesan autentik dan didekatkan dengan disuntikkannya fakta sejarah yang akurat. Film ini juga diajukan oleh Jerman untuk masuk bursa Oscar di kategori Best International Feature Film.

Ada beberapa fakta menarik yang bisa ditemui dari novel dan adaptasi filmnya. Berikut ini kami ulas secara mendalam fakta-fakta tersebut yang juga ditinjau dari kacamata sejarah Perang Dunia I.

Baca juga: Sinopsis & Review Film All Quiet on the Western Front (2022)

1. Berdasarkan Novel Terlarang di Jerman

Berdasarkan Novel Terlarang di Jerman

Nama Erich Maria Remarque langsung dikenal di seluruh dunia pada tahun 1929 berkat diterbitkannya novel All Quiet on the Western Front di Amerika. Sebelumnya, cerita fiktif dengan latar belakang Perang Dunia I ini diterbitkan secara berseri di majalah Vossische Zeiung dari November hingga Desember 1928.

Novel ini menjadi best seller di Amerika dengan penjualan hingga 1,5 juta eksemplar di tahun itu saja. Para pembacanya menyanjung tinggi cara penyampaian dan ketulusan cerita yang disajikan oleh Remarque sehingga mereka hanyut di dalam alur kisahnya.

Remarque menyampaikan banyak kritik di dalam novelnya ini, terutama tentang kekejaman perang, dekadensi moral tentara, dan nasionalisme buta. Pemerintah Jerman melarang peredaran novel ini pada tahun 1933 yang dianggap mencoreng nama negara.

Bersama buku-buku terlarang lainnya, seluruh cetakan novel ini dibakar di depan publik. Remarque sendiri kemudian tinggal di Amerika Serikat dan menjadi warga negaranya. Dia menulis banyak novel, naskah film dan teater.

Dia juga menjalin hubungan asmara dengan beberapa aktris cantik internasional sebelum akhirnya menikah dengan Paulette Goddard, aktris cantik Hollywood. Setelah Perang Dunia II usai, di tahun 1948 Remarque pindah ke Swiss dan menetap disana hingga akhir hayatnya.

2. Memaparkan Kekejaman Perang Dunia I

Memaparkan Kekejaman Perang Dunia I

Perang Dunia I terjadi selama 4 tahun lamanya, dari 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918. Seluruh negara besar turun dalam pertikaian global ini. Seluruh negara Eropa, Kekaisaran Rusia, Amerika Serikat dan Kekhalifahan Utsmaniyah beradu kekuatan di medan tempur.

Peperangan menyebar secara berantai dari Eropa, Timur Tengah, Afrika, Samudera Pasifik, hingga sebagian Asia. Diperkirakan 9 juta tentara gugur di medan tempur dan 23 juta lainnya menderita luka.

Sementara itu, 5 juta warga sipil meninggal dunia sebagai akibat dari aksi militer, termasuk genosida di beberapa wilayah, kelaparan dan penyakit seperti pandemi influenza di tahun 1918.

Di dalam kisah All Quiet on the Western Front, kekejaman perang lebih banyak berada di medan tempur dimana kedua pasukan saling beradu kekuatan persenjataan dan strategi militer.

Tidak ada rasa kasihan di hati para tentara ini kepada lawannya. Di dalam ceritanya, Albert Kropp yang menyerahkan diri justru ditembak mati. Itu hanyalah salah satu dari aksi keji para tentara ini.

Sang penulis novel mengemas kisah ini berdasarkan pengalamannya berperang sebagai tentara Imperial German Army pada Perang Dunia I. Sehingga, dia mampu menggambarkan kekejaman perang dengan detail sesuai yang pernah dia alami, meski kisahnya hanya fiktif belaka.

Saat pasukan Jerman melakukan penyerangan ke parit pasukan Prancis, mereka seolah melampiaskan amarah dan kekesalan kepada lawannya itu.

Semua yang ada di depan mata dibunuh tanpa ampun. Namun mereka dipukul mundur oleh kedatangan pasukan tank Prancis yang membuat misi ini berantakan.

Di dalam novelnya, Paul melihat setiap kali pasukan baru yang datang selalu berisi pemuda yang belum terlatih namun langsung ditempatkan di garis depan.

Hal ini adalah bentuk eksploitasi pemuda yang dibakar motivasinya untuk masuk militer dengan semangat patriotik dan superioritas bangsa Jerman. Dan mental mereka langsung runtuh ketika berada di medan perang.

Tidak hanya para tentara saja yang bertindak kejam di medan tempur terhadap lawannya, bahkan diceritakan juga dalam film, Jenderal Friedrichs memerintahkan penyerangan beberapa jam sebelum gencatan senjata dimulai. Itu adalah bentuk kekejaman pimpinan kepada pasukannya sendiri.

3. Lokasi Front Barat

Lokasi Front Barat

Front Barat hanyalah salah satu medan tempur yang terjadi pada Perang Dunia I. Letaknya di Jerman bagian barat yang berbatasan dengan Prancis bagian timur yang kemudian melebar hingga ke Belgia dan Luksemburg.

Peperangan di lokasi ini diawali ketika Pasukan Jerman melakukan invasi ke Luksemburg dan Belgia, lalu mencaplok sebagian wilayah industri Prancis. Pergerakan Jerman terhenti ketika kalah di Pertempuran Marne dari pasukan gabungan Prancis dan Inggris.

Di tahun-tahun berikutnya, terjadi semakin banyak pertempuran, antara lain Pertempuran Verdun dan Pertempuran Somme di tahun 1916, serta Pertempuran Passchendaele di tahun 1917.

Pergerakan Jerman untuk semakin memperluas daerah invasi dihadapi oleh Pasukan Sekutu dengan tangguh, hingga berkali-kali Pasukan Jerman kalah di medan tempur.

4. Gencatan Senjata yang Mengakhiri Perang

Gencatan Senjata yang Mengakhiri Perang

Seperti yang ditunjukkan di dalam film, lima mobil milik pemerintah Jerman mengantar para pejabat mereka yang dipimpin oleh Matthias Erzberger menuju stasiun dimana kereta pribadi Jenderal Besar Ferdinand Foch sudah menunggu. Mereka diantar memasuki Hutan Compiegne menuju rumah vila milik sang jenderal.

Mereka disambut dengan baik dan Jenderal Foch menanyakan maksud kedatangan Erzberger dan rekan-rekannya. Kemudian Erzberger diberikan surat perjanjian tanpa negosiasi oleh Jenderal Foch.

Mereka diberi waktu satu hari penuh untuk berunding terkait perjanjian yang disodorkan. Akhirnya pada hari ketiga, Erzberger menandatangani perjanjian di hadapan Jenderal Foch di atas kereta.

Gencatan senjata mulai aktif 11 November 1918 pukul 11.00 yang menandakan berakhirnya Perang Dunia I secara global. Perjanjian Versailles yang ditandatangani pada 28 Juni 1919 menyatakan perdamaian antara semua pihak yang bertikai dan menghentikan secara total Perang Dunia I.

5. Tokoh Sejarah dalam Filmnya

Tokoh Sejarah dalam Filmnya

Meski sejarah menjadi latar belakang novel ini, di dalamnya tidak disebutkan satupun tokoh sejarah pada masa itu, apalagi kehadirannya. Begitu juga di film adaptasi versi 1930.

Sedangkan di film TV tahun 1979, Kaiser Wilhelm II datang ke kamp untuk menyematkan medali kepahlawanan kepada beberapa tentara Jerman.

Dan di versi terbarunya, fakta sejarah dan kehadiran beberapa tokoh nyata menjadi salah satu cerita penting di dalamnya. Di perjanjian gencatan senjata, hadir dua tokoh utamanya, yaitu Matthias Erzberger dari Jerman dan Jenderal Besar Ferdinand Foch dari Pasukan Sekutu.

Kedua tokoh ini tercatat di dalam lembaran sejarah sebagai figur yang dihormati. Meski dianggap sebagai pemicu kekalahan Jerman di dalam Perang Dunia I, karir politik Matthias Erzberger tidak berhenti.

Dia justru menjabat sebagai Menteri Keuangan, juga pernah menjadi Vice-Chancellor sebagai jabatan tertingginya. Sementara Jenderal Besar Ferdinand Foch disetarakan dengan Napoleon Bonaparte dan Julius Caesar atas kemenangannya menguasai Eropa. Dia sangat dihormati di dunia militer.

Perjanjian gencatan senjata yang mereka lakukan turut memengaruhi jalan cerita utama yang juga berhasil memicu rasa pilu atas tragisnya ending film ini.

6. Beberapa Perbedaan Novel dengan Adaptasi Filmnya

Beberapa Perbedaan Novel dengan Adaptasi Filmnya

Sebagai film adaptasi, tiga versi All Quiet on the Western Front memiliki beberapa perbedaan, meski tidak menghilangkan nuansa perang, inti cerita dan pesan moral dalam novelnya.

Di dalam novel, latar belakang kehidupan Paul dan orang tuanya turut diceritakan. Tapi tidak di dalam filmnya. Ketiga film ini dibuka dengan cerita pendaftaran Paul ke militer.

Jumlah teman sekolah yang bersama Paul mendaftar militer juga beragam. Namun baru di film versi 1979 jumlahnya lima orang dan di versi 2022 jumlahnya empat orang.

Perbedaan lainnya adalah adanya kamp pelatihan yang dipimpin oleh Sersan Himmelstoss. Kamp ini diceritakan di novel dan film versi 1979. Sedangkan di dua film lainnya, Paul dan teman-temannya langsung dikirim ke Front Barat.

Karakter Kat adalah sosok mentor di pasukan Paul dan teman-temannya. Meski lebih tua, namun usianya beragam di setiap filmnya. Di versi terbaru, Kat terlihat memiliki usia yang tidak jauh berbeda dari Paul.

Sedangkan di dua film sebelumnya, Kat dibuat lebih tua lagi. Kat mengajari mereka bertahan hidup, termasuk mencuri. Di film versi 1930, Kat mencuri daging babi dan di film terbaru mencuri angsa hidup.

Di novel, Paul sempat pulang ke rumah di sela-sela penugasannya. Dia mengunjungi makam ibunya. Namun di film adaptasi terbarunya, Paul tidak diceritakan bisa pulang ke rumah.

Di film versi 1979, Paul mendapat liburan selama seminggu di Paris dan juga pulang ke rumahnya. Sedangkan di film versi 1930, Paul pulang ke rumah dan mendapat cemoohan dari para siswa sekolahnya dulu yang menjulukinya pengecut.

Dalam novel dan dua filmnya, Paul sempat bermalam bersama musuhnya yang terluka hingga dia menyaksikannya tewas. Kejadian ini memengaruhi keruntuhan mentalnya. Sedangkan di film terbaru, adegan ini tidak dihadirkan.

Kematian Kat di dua film lamanya adalah terkena ledakan bom. Berbeda dengan di film terbarunya, Kat ditembak oleh anak peternak tempat dia mencuri angsa. Namun kesamaannya, Kat tewas kehabisan darah di dalam perjalanan menuju kamp perawatan.

Di novel dan dua film lama, Paul diceritakan gugur di bulan Oktober 1918 di hari tanpa pertempuran. Dia terkesima melihat kupu-kupu di film tahun 1930 dan melihat burung di film tahun 1979. Jauh berbeda dengan yang digambarkan di film terbaru ini.

Dibuat lebih mengenaskan, Paul gugur beberapa detik sebelum gencatan senjata dimulai. Bukan tertembak, melainkan punggungnya tertusuk bayonet.

Itulah beberapa fakta menarik dari film All Quiet on the Western Front, termasuk dua film lamanya dan novel yang menjadi sumber aslinya.

Memang kualitas film Netflix ini sedikit di bawah film 1917 (2019), tapi film ini tetap layak ditonton. Apalagi sudah dipastikan bahwa film ini adalah film terbaik Jerman di tahun 2022. Jangan sampai melewatkan film perang yang satu ini, ya!

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram